BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Program
pengembangan nilai-nilai agama berbeda dengan pelaksanaan program pembelajaran
kemampuan dasar lainnya. Pengembangan nilai-nilai agama berkaitan erat dengan
pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinannya. Karena itu, diperlukan
inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan dan kemampuan
anak didik.
Pengembangan nilai-nilai keagamaan pada program usia dini/TK merupakan
pondasi awal dan sangat penting keberadaannya. Jika hal itu telah tertanam dan
terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal
yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya.
Bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai luhur ini
pun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka
melaksanakan sila-sila dalam pancasila.
Ide perlunya pengembangan nilai-nilai agama sejak kecil yang dimulai
pada anak usia dini/TK pada dasarnya diilhami oleh sebuah keprihatinan atas
realitas anak didik dewasa ini yang sebagian belum mencerminkan kepribadian
yang bermoral (akhlak al-karimah),
yakni santun dalam bersikap dan berperilaku. Hal ini menunjukkan ada sesuatu
yang perlu diperbaiki dalam sistem pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan
yang paling dasar (pra sekolah). Oleh karena itu, sebagai upaya awal perbaikan
sistem pendidikan di Indonesia, diperlukan adanya pengembangan nilai-nilai
agama sejak dini sebagai upaya pengokohan mental-spiritual anak.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
kajian empirik dan inovasi pengembangan?
2. Bagaimanakah
substansi inovasi pengembangan nilai agama?
3. Apakah
prinsip inovasi untuk pengembangan nilai agama anak?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui kajian empirik dan inovasi pengembangan.
2. Untuk
mengetahui substansi inovasi pengembangan nilai agama.
3. Untuk
mengetahui prinsip inovasi untuk pengembangan nilai agama anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Empirik dan Inovasi Pengembangan
a.
Kajian Empirik
Dalam kegiatan pembelajaran nilai-nilai
agama pada anak, ada beberapa program yang dijalankan yaitu program
pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan rutin, program pembelajaran
nilai-nilai agama melalui kegiatan terintegrasi, dan program pembelajaran
nilai-nilai agama melalui kegiatan khusus.
1. Kegiatan Rutin
Kegiatan rutin adalah kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan secara terus
menerus namun terprogram dengan pasti. Kegiatan ini tidak harus dicantumkan
dalam bentuk perencanaan tertulis, seperti Satuan Kegiatan Mingguan/Satuan
Kegiatan Harian (SKM dan SKH), namun tetap dijadikan program yang sudah
dipertimbangkan dan direncanakan dengan baik. Kegiatan rutin pengembangan
nilai-nilai agama ini meliputi; memberi salam, mengucapkan dan menunjukkan
sikap berdoa, dan pembiasaan mengucapkan doa masuk kelas, doa sebelum dan sesudah
mengerjakan sesuatu, dan untuk berbagai kegiatan harian seperti doa, doa
sebelum dan sesudah makan, masuk dan keluar kamar mandi.
Program itu hendaknya menjadi suatu kebiasaan yang terprogram, dan
konsisten dengan aktivitas belajar anak, yang secara terpadu menjadi bagian tak
terpisahkan ketika kita akan mengembangkan kemampuan dasar anak lainnya melalui
kegiatan belajar sehari-hari.
2. Kegiatan Terintegrasi
Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilai-nilai agama
yang disisipkan melalui pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya. Dapat juga
dikatakan sebagai suatu kegiatan pengembangan kemampuan dasar lain yang
dihubungkan dengan penyisipan materi nilai-nilai keagamaan. Program ini harus
tercantum secara jelas berikut langkah-langkah dan kompetensi dasarnya dalam
Satuan Kegiatan Harian yang disusun oleh guru.
Program ini meliputi pengembangan/pengayaan materi nilai-nilai agama yang
disesuaikan dan dihubungkan pada saat menjelaskan pengembangan dari bidang
kemampuan dasar lainnya.
3. Kegiatan Khusus
Kemampuan khusus ini merupakan program kegiatan belajar yang berisi
pengembangan kemampuan dasar nilai-nilai agama yang pelaksanaannya tidak
dimasukkan atau tidak harus dikaitkan dengan pengembangan bidang kemampuan
dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan penanganan khusus. Pembelajaran
program khusus ini pun disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang
tersedia.
Program ini dikatakan memiliki kekhususan karena pengembangan materi
nilai-nilai agama harus diberikan pada waktu-waktu tertentu saja, memerlukan
pendalaman pembahasan, dan terkait dengan dukungan media yang memadai. Contoh
untuk agama Islam, meliputi : hafalan hadist, hafalan surat-surat pendek,
praktek wudhu, praktek tayamum, praktek sholat, berkunjung ke tempat ibadah,
pengenalan kegiatan ibadah haji, pengenalan ibadah zakat fitrah, dan pengenalan
ibadah qurban.
Untuk melaksanakan ketiga program tersebut ada beberapa persyaratan yang perlu
dimiliki guru yaitu mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum yang komprehensif,
dan adanya kesinambungan antara satu program pengembangan dengan program
lainnya.
Wujud dari penerapan ketiga
pertimbangan itu adalah guru dapat menerapkan pendekatan pembelajaran
nilai-nilai agama secara terpadu dalam penyampaian materi bidang kemampuan
dasar umum (bahasa, daya pikir, keterampilan, dan jasmani). Sajian kurikulum
untuk memadukan materi agama secara jelas dengan materi-materi kemampuan dasar
lainnya.
Namun sangat disayangkan hingga
saat ini kurikulum yang dijadikan acuan kita, masih belum secara tegas dan
rinci menyajikan materi nilai-nilai keagamaan. Garis-garis Besar Program
Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak tahun 1994 hanya memberikan pedoman umum tentang
penyelenggaraan pengembangan atau pembelajaran kepribadian secara implisit,
tanpa memberikan rincian materi dan target yang jelas. Hal ini memungkinkan
munculnya berbagai macam kendala di lapangan terutama bagi taman kanak-kanak
yang secara serius menonjolkan aspek pengembangan nilai-nilai agama sebagai
unggulannya. Taman kanak-kanak yang bernuansa agama, sering menghadapi
kesulitan dalam menyajikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak-anak
didiknya. Akhirnya puncak persoalan itu membuahkan adanya ketidakseragaman
dalam pencapaian target kompetensi standar nilai-nilai agama di taman kanak-kanak,
penyajian materi pengembangan nilai-nilai agama yang kurang tepat sasaran,
penerapan metode yang tidak sesuai dengan perkembangan anak, dan mengakibatkan
munculnya sikap anak yang seolah-olah kurang peduli dan tidak antusias dalam
mengikuti program pengembangan tersebut karena terkesan terpaksa.
b. Inovasi Pengembangan
Menghadapi permasalahan seiring
dengan perkembangan dunia pendidikan, seyogianya pemerhati dan praktisi
pendidikan anak pra-sekolah pun perlu menentukan sikap dan berupaya untuk
memenuhi tuntutan jaman yang senantiasa mengalami perubahan yang berarti. Dalam
dunia pendidikan kita mengenal perlu adanya sikap kritis dalam rangka mencari
solusi permasalahan yang muncul, dengan istilah Inovasi Kurikulum.
Menurut arti kamus (John M. Echols :
1995) ‘Inovasi’ memiliki makna pembaharuan, perubahan (secara) baru. Dengan
demikian, bila hal itu kita hubungkan dengan masalah kurikulum atau perencanaan
pembelajaran, maka dapat dimaknai dengan adanya perubahan dan pembaharuan dalam
menyusun kurikulum atau perencanaan pembelajaran.
Sedangkan menurut M. Ansyar et. Al. (1993),
inovasi adalah gagasan, perbuatan atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial
tertentu dan pada suatu jangka waktu tertentu, untuk menjawab masalah yang
dihadapi. Sesuatu yang baru mungkin sudah lama
dikenal tetapi belum dilakukan perubahan.
Adapun yang melatarbelakangi esensi
inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai
kendala dan kelemahan, serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggaraan
pendidikan itu sendiri. Lembaga penyelenggaraan pendidikan, baik negeri maupun
swasta, seharusnya memiliki kepekaan dan tanggap terhadap keadaan seperti itu
dan bersedia mencari kelemahan kurikulum dan perangkatnya. Untuk itu, perlu
dicarikan jalan pemecahannya, baik dalam segi relevansi pendidikan, mutu
lulusan, efisiensi dan efektifitas pengelolaan, serta masalah struktur pendidikan
guru termasuk di dalam taman kanak-kanak. Oleh karena itu, pihak praktisi
pendidikan perlu melakukan inovasi. Itu berarti bahwa disain kurikulum dan
pengembangan perlu diperbaharui untuk menjangkau kualitas lulusan yang
diharapkan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh
orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta belajar pada diri anak
adalah sebagai berikut:
Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak,
diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini
berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan,
guru perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak dicapai,
karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan,
pola kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih.
Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan
mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran konstekstual
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, antara lain adalah konstruktivisme,
refleksi dan penilaian sebenarnya. Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik dunia anak taman tanak-kanak antara lain bermain peran,
karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek, bercerita, pemberian tugas
dan keteladanan serta bernyanyi.
2.2 Substansi Inovasi Pengembangan Nilai
Agama
Mencermati berbagai masalah dalam
kaitannya dengan inovasi pada bidang pertengahan nilai-nilai agama di taman kanak-kanak,
maka perlu dilakukan inovasi dalam beberapa bagian kurikulum dan pembelajaran.
Seperti disain kurikulum yang akan diterapkan, disain kegiatan pembelajaran
yang direncanakan, dan disain kegiatan harian dalam aktifitas kegiatan belajar
sekolah.
Conny R. Semiawan (1995), memberi
alternative inovasi dalam rangka meningkatkan efektivitas kegiatan belajar
mengajar bagi peserta didik, antara lain :
1. Adanya
Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
Dari segi konsep, Garis-garis Besar
Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak tahun 1994 telah memenuhi kebutuhan
anak dalam belajar sambil bermain di taman kanak-kanak. Namun, khusus untuk
materi pengembangan nilai-nilai agama, hingga saat ini masih belum mencantum
secara rinci dan pasti. Dalam pandangan kurikulum seyogianya hal tersebut harus
ada dan merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh, serta antara satu
tema atau kemampuan, dapat dihubungkan dengan teman atau kemampuan yang
lainnya.
2. Adanya
Pendekatan Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning)
Pendekatan pembelajaran terpadu merupakan
suatu pendekatan yang dapat diterapkan pada saat penyampaian materi pelajaran
kepada anak. Pendekatan ini menghendaki adanya kreativitas guru untuk mencoba
menghubungkan antara satu tema yang sedang dipelajari, dikaitkan dengan tema-tema
lain yang secara rasional memang ada hubungannya. Sehingga tanpa disadari oleh anak,
mereka mampu mendapatkan pengetahuan yang lebih luas ketika mempelajari tema
yang sedang dibahas.
3. Adanya Hari
Terpadu (Integrated Day)
Dari kenyataan yang terjadi di lapangan
apa yang telah kita lakukan ketika membuat satuan kegiatan harian, pada
prinsipnya telah menggambarkan adanya suatu program kegiatan belajar mengajar
di taman kanak-kanak yang mengarah pada hari terpadu. Satuan kegiatan harian
yang saat ini kita kenal, telah memasuki rancangan kegiatan yang memadukan
beberapa target kemampuan dasar bagi anak seharian (dalam sehari). Kita mengenal
dalam sebuah satuan kegiatan harian target kegiatan dan kemampuan yang hendak
dicapai ternyata terpadu secara baik dalam sebuah program harian yang berisi
target kemampuan dasar bahasa, daya pikir, keterampilan, dan jasmani.
Seyogianya kita merancang satuan kegiatan harian tersebut, materi nilai-nilai
agama harus senantiasa mewarnai di setiap kegiatan yang guru dan anak akan
lakukan.
Berawal dari pemahaman kita bahwa latar
belakang perlunya kita melakukan inovasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah
untuk memberikan pemecahan masalah yang dihadapi pada saat kita melakukan
pembelajaran kepada anak didik. Upaya pembelajaran yang diharapkan tentunya tidak
bersifat statis dan ala kadarnya, melainkan harus dilakukan perubahan ke arah
yang lebih baik. Untuk mengubah paradigma lama seperti itu, ada beberapa
inovasi dalam pendekatan pembelajaran, termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai
agama bagi anak usia taman kanak-kanak. Inovasi yang dimaksud meliputi :
1. Pengalaman
belajar
Pengalaman
belajar tidak sama dengan penguasaan materi pelajaran atau kegiatan mengajar
guru. Belajar timbul jika anak terlibat secara aktif dalam melakukan
kegiatan-kegiatan belajar. Apa yang dipelajari anak, pada hakikatnya adalah apa
yang dilakukannya, bukan apa yang dilakukan guru.
Sebagai
bahan ilustrasi, bisa saja bahwa dua orang anak yang berada dalam ruang kelas
yang sama, memiliki dua pengalaman belajar yang berbeda, walaupun mereka
belajar dari guru dan pada waktu yang sama. Betapapun keduanya berada pada
ruang yang sama, mempelajari materi yang sama, dari guru yang sama, akan tetapi
besar kemungkinan mereka memiliki pengalaman belajar yang berbeda. Jadi sasaran
dari setiap kegiatan pembelajaran dalam rangka pengembangan apapun termasuk
nilai-nilai agama, seyogianya adalah menghasilkan pengalaman belajar, bukan
materi yang diajarkan guru kepadanya.
Kegiatan
mengunjungi masjid atau gereja, mungkin bagi anak yang belum pernah
mengunjunginya, bisa menjadi pengalaman belajar yang luar biasa hebatnya yang
dapat memotivasi anak untuk mengetahui lebih lanjut tentang tempat ibadah
tersebut, dan bisa jadi hal itu merupakan pengetahuan yang sangat kuat
melekatnya dan sangat kuat diingat dalam kehidupannya.
2. Belajar
aktif
Untuk
menimbulkan pengalaman anak terhadap sajian materi pelajaran, perlu diupayakan
agar anak melakukan aktivitas sesuai yang direncanakan, dan tidak hanya menjadi
anak didik yang pasif. Anak hanya akan memperoleh pengalaman tentang substansi
materi yang dipelajari jika mereka menjadi anak didik yang aktif.
Dengan
perkataan lain anak perlu diberi peluang dan kesempatan sebesar-besarnya untuk
aktif ambil bagian, berperan serta sampai mereka betul-betul dapat merasakan
manfaat dari pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, bila guru akan menjelaskan
tata cara atau etika makan menurut ajaran agama, sebaiknya selain guru
memberikan contoh peragaan dengan alat makan, guru juga perlu melibatkan
beberapa anak untuk menirukan langsung bagaimana etika makan yang benar menurut
ajaran nilai-nilai agama. Pada saat anak telah mengetahui langkah-langkahnya,
berikan kesempatan anak untuk mengulanginya beberapa kali sampai dia merasa
bisa. Selanjutnya berikan kesempatan yang sama kepada anak yang lain secara
bergiliran.
Demikian
juga jika anda akan mengajarkan tata cara berwudhu, biarkan mereka main air
terlebih dahulu, jangan dilarang anak berbasah-basahan, namun berikan arahan
bagaimana cara berwudhu yang benar, sambil memperagakan cara berwudhu yang
sesungguhnya. Namun perlu diingat, sebaiknya sehari sebelumnya, perlu ada
koordinasi dengan pihak wali murid agar pada hari praktik tersebut diharapkan
anak membawa baju ganti.
Pada
ilustrasi di atas, tersirat pernyataan, bahwa untuk memperoleh pengalaman
belajar, anak perlu aktif melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dan pengalaman
belajar adalah dua istilah yang berkaitan erat satu sama lainnya. Perbedaannya
adalah pada tingkat perencanaan kurikulum kita menetapkan kegiatan belajar,
tetapi pada tingkat evaluasi, kita lihat apakah anak memiliki pengalaman
belajar sebagai hasil dari mempelajari materi pelajaran, melalui keaktifannya
melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Dengan demikian guru perlu berusaha agar
kegiatan belajar selalu sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.
3. Belajar
proses
Proses
adalah berbagai cara yang berkaitan dengan peroleh pengetahuan, seperti proses
pada pengambilan keputusan, mengevaluasi akibat dari suatu tindakan, dan
sebagainya. Saat ini dunia pendidikan juga lebih menekankan pada keterampilan
proses dalam melakukan berbagai pendekatan pembelajaran.
Pada tataran
anak usia taman kanak-kanak wujud nyata kegiatan belajar proses ini dapat
ditampilkan melalui keterampilan proses seperti anak diarahkan untuk melakukan
kegiatan mengamati sesuatu/observasi, menghitung, mengelompokkan, dan
mengkomunikasikan secara verbal atas apa yang telah diamatinya.
Sebagai
contoh dalam pengembangan nilai-nilai agama adalah anak diminta untuk
memperhatikan/mengamati replika tempat ibadah yang bermacam-macam, lalu anak
diminta menghitung banyaknya contoh tempat ibadah yang ada di negara kita,
kemudian anak diminta mengelompokkan tempat ibadah dengan umat yang menganut
agama tersebut, dan menyebutkannya secara lisan apa yang telah diketahuinya
melalui pengamatan tersebut. Seperti ciri-ciri masjid, gereja, candi, dan sebagainya
dengan nama pemimpin agama pemimpin masing-masing.
Ada beberapa
aspek yang akan dijadikan sebagai pembinaan dalam nilai-nilai agama yang perlu
diterapkan kepada anak usia pra-sekolah.
1. Membiasakan
Kejujuran
Jujur
merupakan etika dan nilai ajaran yang paling tinggi dan mulia yang dianjurkan
untuk ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini. Banyak orang tua yang
mengajak anak-anaknya kepada kejujuran namun tindakan mereka menjerumuskan
kepada kedustaan.
Setiap
pendidik atau orang tua wajib menanamkan nilai kejujuran pada anak-anak dalam
ucapan dan tindakan. Apabila orang tua tidak memiliki perhatian dalam mendidik
kejujuran dan etika sejak kecil, maka anak akan menjadi generasi pendusta.
2. Membiasakan
keadilan
Adil adalah
sikap yang mampu mengontrol akhlak dan perilaku sehingga selalu mampu bersikap
tengah-tengah antara berlebihan dan teledor. Dan sikap tersebut membawa kepada
kebiasaan murah hati dan dermawan yang sikap antara terhina dan terlalu
menonjol. Adil juga melahirkan sikap pemaaf tengah-tengah antara sikap marah
dan rendah serta terhina.
3. Membiasakan
meminta izin
Pada usia
kanak-kanak, anak dilatih agar membiasakan minta izin ketika ingin masuk ke
kamar orang tuanya pada tiga waktu tertentu yaitu waktu subuh, waktu dhuhur,
dan waktu isya. Karena pada waktu tersebut kedua orang tua sedang menikmati
istirahat dan melepas pakaian. Orang tua yang selalu membiasakan anaknya
meminta izin maka ketika anak tersebut sudah menginjak dewasa maka ia sudah
terbiasa meminta izin, termasuk meminta izin kepada orang tua, teman, keluarga,
ketika hendak mengambil sesuatu dan meninggalkan tempat kapan dan dimanapun ia
berada.
4. Membiasakan
berbicara dengan baik
Orang tua
sebagai pendidik dalam rumah tangga hendaknya mengajarkan anak-anaknya etika
berbicara dengan baik. Etika berbicara yang baik pada anak-anak akan
berpengaruh pada perilaku masing-masing individu sebab ucapan dan pembicaraan
yang baik akan membuat orang tertaruk dan menambah kecintaan sementara ucapan
yang kotor dan pembicaraan yang buruk akan membuat orang lain benci dan
menjauh.
5. Membiasakan
makan dan minum dengan baik
Salah satu
adab yang perlu ditanamkan kepada anak sejak kecil adalah adab makan dan minum.
Pendidik yang seharusnya mengajarkan kepada anaknya bahwa makan dan minum bukan
tujuan dan sasaran utama, namun makan dan minum hanya sekedar usaha untuk
memelihara kesehatan agar manusia mampu menunaikan tugas hidup.
6. Membiasakan
bergaul dengan yang baik
Sudah
merupakan sunnah alam dan fitra manusia, bahwa setiap orang membutuhkan teman
dan sahabat untuk saling membantu dan saling menyayangi. Oleh karena itu, orang
tua dapat memilihkan teman yang baik untuk anaknya. Seorang anak relatif lebih
sulit untuk memilih teman untuk dirinya sendiri, maka orang tua yang memang
sudah berpengalaman dalam hidup, harus membantu anak untuk memilihkan teman
yang dapat membantu anak untuk memilihkan teman yang dapat membantu anaknya
menuju kenaikan.
7. Memberikan
kasih sayang
Kasih sayang
berperan penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. Kurangnya
rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak akan menyebabkan
tembok pemisah antara mereka dengan orang tuanya. Anak membutuhkan rasa kasih
sayang dari orang tuanya. Keberadaan orang tua sebagai pendidik sangat
diharapkan dalam memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Dengan
menggunakan nilai-nilai keagamaan pada anak taman kanak-kanak, tentu ada tujuan
yang ingin dicapai. Secara umum, tujuan pendidikan keagamaan (Islam) adalah
arah yang diharapkan setelah subjek didik mengalami perubahan proses
pendidikan, baik tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun
kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.
Tujuan
pendidikan Islam adalah berusaha untuk menciptakan pertumbuhan dan perkembangan
yang seimbang antara semua potensi jiwa manusia, yaitu menyelaraskan fungsi
fisik, akal dan perasaan atau daya spiritual manusia untuk menjadi baik yang
pada akhirnya membawa manusia tersebut sempurna dalam hidupnya.
2.3 Prinsip Inovasi untuk
Pengembangan Nilai Agama Anak
1. Prinsip Developmentally Appropriate Practice
(DAP)
DAP adalah pengambilan keputusan secara
professional tentang (pengakuan terhadap) keberadaan anak dan pendidikannya
didasarkan atas pengetahuan tentang perkembangan dan belajar anak, kekuatan,
minat, dan kebutuhan anak di dalam kelompok, dan konteks sosial budaya dimana
anak hidup.
Dengan perkataan lain bahwa pada saat kita
akan melakukan pendekatan pembelajaran dalam pengembangan apapun termasuk
nilai-nilai agama kita perlu memperhatikan :
a. Sesuai
dengan perkembangan anak.
b. Sesuai
dengan minat.
c. Sesuai
dengan kemampuan anak.
d. Sesuai
dengan kebutuhan anak dengan lingkungannya.
Bila kita mengabaikan hal itu semua,
tentunya pengembangan apapun akan mengarah pada kesimpulan kurang optimal,
padahal setiap pembelajaran apapun seyogianya harus memberikan manfaat bagi
anak itu sendiri (meaningfull).
2. Prinsip Enjoyable
Salah satu perhatian yang perlu kita
berikan kepada anak didik di taman kanak-kanak adalah dengan memberikan suatu
lingkungan hidup yang menyenangkan. Karena sesungguhnya mereka dilahirkan
dengan potensi awal yang tidak banyak mengetahui hakikat berjubelnya masalah
yang dihadapi manusia dewasa. Mereka berhak bergembira atas awal kehidupannya.
Mereka berhak menikmati hidup dengan senang tanpa menghadapi beban.
Menurut Steven Allen (2003) yang merupakan
seorang perwakilan dari Unicef mengatakan bahwa seyogianya para orang tua dan
guru di dalam rangka mendidik dan mengembangkan potensi anak perlu memberikan
awal kehidupan yang terbaik bagi para bayi dan anak-anak. Jadi, tentunya hal
yang sangat perlu dimiliki oleh para orang tua dan guru dalam memperlakukan
anak di usia nol sampai masa prasekolah adalah menciptakan awal kehidupan yang
menggembirakan, menyenangkan, dan tidak memberikan beban pada mereka dalam mengikuti
pembelajaran.
Pendekatan yang kurang tepat akan
mengakibatkan gangguan pada perkembangan jiwanya dan mempengaruhi perkembangan
potensinya menjadi kurang optimal. Oleh sebab itulah, dalam rangka melakukan
inovasi pendekatan dan pengembangan nilai-nilai agama pada anak taman
kanak-kanak perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan
pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak.
Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk
mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun
psikis (intelektual, bahasa, motorik, dan sosial emosional). Dengan demikian
berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis
kebutuhan yang disesuaikan dengan aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-
masing anak.
b. Belajar melalui bermain. Bermain
merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia
TK. Upaya-upaya pendidikan yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan
dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi dan
media menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak,
sehingga pembelajaran berguna bagi anak.
c.
Kreatif inovatif. Proses pembelajaran
yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui
kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi
anak untuk berfikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Selain itu dalam
pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara dinamis, artinya anak tidak
hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam proses pembelajaran.
d.
Lingkungan kondusif. Lingkungan
pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak
selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan.
Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam
bermain. Penataan ruangan harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam
bermain sehingga dalam interaksi baik dengan pendidik maupun dengan temannya
dapat dilakukan secara demokratis. Selain itu, dalam pembelajaran hendaknya
memberdayakan lingkungan sebagai sumber belajar dengan memberi kesempatan
kepada anak untuk mengekspresikan kemampuan interpersonalnya sehingga anak
merasa senang walaupun antara mereka berbeda (perbedaan individual). Lingkungan
hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya yaitu dengan tidak
membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di
lingkungan sekitar. Pendidik harus peka terhadap karakteristik budaya masing-
masing anak.
e. Menggunakan pembelajaran terpadu. Model pembelajaran
terpadu yang beranjak dari tema yang menarik anak (centre of interest) dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai
konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.
f. Mengembangkan keterampilan hidup. Mengembangkan
keterampilan hidup melalui pembinaan-pembinaan agar mampu menolong diri sendiri
(mandiri), disiplin, mampu bersosialisasi dan memperoleh bekal keterampilan
dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
g.
Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Media
dan sumber belajar dapat berasal dari lingkungan alam sekitar, atau bahan-bahan
yang sengaja disiapkan.
h.
Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip
perkembangan anak.
Ciri-ciri pembelajaran ini adalah :
1. Anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan
fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.
2. Siklus belajar anak selalu berulang, dimulai dari
membangun kesadaran, pencari penjelasan (eksplorasi), memperoleh penemuan yang
berguna untuk selanjutnya anak dapat menggunakannya.
3.
Anak belajar mealui interaksi sosial dengan orang
dewasa dan teman sebayanya.
4.
Minat anak dan keinginannya memotivasi belajarnya.
5.
Perkembangan anak dan belajar anak harus memperhatikan
perbedaan individual.
6. Anak belajar dengan cara dari yang sederhana ke yang
rumit, dari yang konkret ke abstrak, dari gerakan ke verbal, dan dari keakuan
ke rasa sosial.
i.
Stimulasi Terpadu. Pada saat anak melakukan suatu
kegiatan, anak dapat mengembangkan beberapa aspek pengembangan sekaligus.
Seperti ketika anak melakukan kegiatan makan, kemampuan yang dikembangkannya antara
lain: bahasa (mengenal kosa kata tentang jenis sayuran, dan peralatan makan),
motorik halus (memegang sendok, menyuapkan makanan ke mulut), daya pikir
(membandingkan makan sedikit dan makan banyak), sosial emosional (duduk rapi
dan menolong diri sendiri), dan moral serta nilai keagamaan (berdoa sebelum dan
sesudah makan).
Ada beberapa
prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan dalam penyampaian materi
pengembangan nilai-nilai agama bagi anak taman kanak-kanak, diantaranya adalah
:
1.
Prinsip penekanan pada aktivitas anak sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan kebutuhan pembentukan
kepribadian anak dalam rangka peletakan dasar kehidupan anak pada bidang
kehidupan beragama anak.
2.
Prinsip pentingnya keteladanan dari lingkungan dan
orang tua/keluarga anak.
Sebaik apapun program yang disusun oleh pihak sekolah,
namun jika tidak didukung oleh partisipasi aktif para orang tua dalam
memberikan keteladanan dan konsistensi pengembangan nilai-nilai agama bagi
anak, maka semua itu akan sia-sia.
3.
Prinsip kesesuaian dengan kurikulum spiral.
Prinsip ini menekankan bahwa pada saat guru dan orang
tua menyajikan materi pengembangan nilai-nilai agama kepada anak taman
kanak-kanak maka hal itu harus disampaikan secara bertahap: seperti dimulai
dengan penjelasan atau contoh yang terdekat dengan dunia anak sampai hal yang
terjauh dari sisi anak; atau dimulai dari hal yang paling mudah anak cerna
sampai hal yang agak sulit anak pahami.
4.
Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP).
Prinsip ini menjelaskan bahwa guru dan para orang tua
hendaknya sangat memperhatikan proses penyajian materi yang akan disampaikan
yaitu materi yang perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan anak itu
sendiri.
5.
Prinsip psikologi perkembangan anak.
Setiap guru seyogianya menyampaikan materi pengembangan
nilai-nilai agama yang disesuaikan dengan landasan ilmu psikologi perkembangan
anak didik. Dalam tinjauan ilmu psikologi dikenal adanya tugas-tugas
perkembangan maka setiap materi yang aka disampaikan seyogianya senantiasa
dihubungkan dengan prinsip-prinsip dasar psikologi pendidikan.
6.
Prinsip monitoring yang rutin.
Untuk mendapatkan keberhasilan yang baik maka
diperlukan adanya kegiatan monitoring secara rutin untuk memantau proses
perkembangan dan kemajuan anak dalam mengikuti program yang kita siapkan.
Peranan monitoring sangat membantu semua pihak yang terkait, untuk memperoleh
data akurat dalam rangka perbaikan dan pengembangan program selanjutnya. Tanpa
langkah demikian kita akan sulit memperoleh informasi tentang anak didik dan
perkembangannya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Dalam kegiatan pembelajaran nilai-nilai agama pada anak, ada beberapa program
yang dijalankan yaitu program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan
rutin, program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan terintegrasi,
dan program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan khusus. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka
mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah kasih sayang, perlindungan
dan perawatan, waktu yang diberikan kepada anak, lingkungan belajar yang
kondusif, belajar bersikap adalah belajar nilai, dan belajar moral di usia dini.
2.
Conny R Semiawan (1995), memberi alternative inovasi
dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta
didik diantaranya memperkenalkan 3 hal yaitu 1.Adanya
kurikulum terpadu (integrated curriculum); 2. Adanya pendekatan pembelajaran
terpadu (integrated learning); 3. Adanya hari terpadu (integrated day).
3. Prinsip
inovasi untuk pengembangan nilai agama anak yaitu prinsip developmentally appropriate practice
(DAP) dan prinsip enjoyable.
DAFTAR
PUSTAKA
Azmi,
Muhammad. 2006. Pembinaan Akhlak Anak
Usia Pra-Sekolah. Jogjakarta : CV. Venus Corporation.
Hidayat,
Otib Satibi. 2009. Metode Pengembangan
Moral dan Nilai-nilai Agama. Jakarta : Universitas Terbuka.
SM,
Ismail. 2009. Strategi Pembelajaran Agama
Islam Berbasis PAIKEM. Semarang : RaSail Media Group.
http://butirancinta999.blogspot.co.id/2013/04/pendekatan-terhadap-anak-tk-normal-0.html
http://megidesfita12.blogspot.co.id/2014/12/v-behaviorurldefaultvmlo_66.html
http://winarsihww.blogspot.co.id/2012/11/pendekatan-inovatif-kajian-empirik.html
Good job you done. Spoken english andheri
BalasHapusEnglish Speaking Course
BalasHapus