cursor

Senin, 18 April 2016

MAKALAH PENDEKATAN INOVATIF UNTUK PENGEMBANGAN NILAI AGAMA BAGI ANAK TK



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
            Program pengembangan nilai-nilai agama berbeda dengan pelaksanaan program pembelajaran kemampuan dasar lainnya. Pengembangan nilai-nilai agama berkaitan erat dengan pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinannya. Karena itu, diperlukan inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak didik.

 
            Pengembangan nilai-nilai keagamaan pada program usia dini/TK merupakan pondasi awal dan sangat penting keberadaannya. Jika hal itu telah tertanam dan terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai luhur ini pun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila dalam pancasila.
            Ide perlunya pengembangan nilai-nilai agama sejak kecil yang dimulai pada anak usia dini/TK pada dasarnya diilhami oleh sebuah keprihatinan atas realitas anak didik dewasa ini yang sebagian belum mencerminkan kepribadian yang bermoral (akhlak al-karimah), yakni santun dalam bersikap dan berperilaku. Hal ini menunjukkan ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam sistem pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan yang paling dasar (pra sekolah). Oleh karena itu, sebagai upaya awal perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, diperlukan adanya pengembangan nilai-nilai agama sejak dini sebagai upaya pengokohan mental-spiritual anak.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apakah kajian empirik dan inovasi pengembangan?
2.      Bagaimanakah substansi inovasi pengembangan nilai agama?
3.      Apakah prinsip inovasi untuk pengembangan nilai agama anak?
1.3              Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui kajian empirik dan inovasi pengembangan.
2.      Untuk mengetahui substansi inovasi pengembangan nilai agama.
3.      Untuk mengetahui prinsip inovasi untuk pengembangan nilai agama anak.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Kajian Empirik dan Inovasi Pengembangan
a. Kajian Empirik
     Dalam kegiatan pembelajaran nilai-nilai agama pada anak, ada beberapa program yang dijalankan yaitu program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan rutin, program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan terintegrasi, dan program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan khusus.
1.    Kegiatan Rutin
Kegiatan rutin adalah kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan secara terus menerus namun terprogram dengan pasti. Kegiatan ini tidak harus dicantumkan dalam bentuk perencanaan tertulis, seperti Satuan Kegiatan Mingguan/Satuan Kegiatan Harian (SKM dan SKH), namun tetap dijadikan program yang sudah dipertimbangkan dan direncanakan dengan baik. Kegiatan rutin pengembangan nilai-nilai agama ini meliputi; memberi salam, mengucapkan dan menunjukkan sikap berdoa, dan pembiasaan mengucapkan doa masuk kelas, doa sebelum dan sesudah mengerjakan sesuatu, dan untuk berbagai kegiatan harian seperti doa, doa sebelum dan sesudah makan, masuk dan keluar kamar mandi.
Program itu hendaknya menjadi suatu kebiasaan yang terprogram, dan konsisten dengan aktivitas belajar anak, yang secara terpadu menjadi bagian tak terpisahkan ketika kita akan mengembangkan kemampuan dasar anak lainnya melalui kegiatan belajar sehari-hari.
2.    Kegiatan Terintegrasi
Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilai-nilai agama yang disisipkan melalui pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya. Dapat juga dikatakan sebagai suatu kegiatan pengembangan kemampuan dasar lain yang dihubungkan dengan penyisipan materi nilai-nilai keagamaan. Program ini harus tercantum secara jelas berikut langkah-langkah dan kompetensi dasarnya dalam Satuan Kegiatan Harian yang disusun oleh guru.
Program ini meliputi pengembangan/pengayaan materi nilai-nilai agama yang disesuaikan dan dihubungkan pada saat menjelaskan pengembangan dari bidang kemampuan dasar lainnya. 
3.    Kegiatan Khusus
Kemampuan khusus ini merupakan program kegiatan belajar yang berisi pengembangan kemampuan dasar nilai-nilai agama yang pelaksanaannya tidak dimasukkan atau tidak harus dikaitkan dengan pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan penanganan khusus. Pembelajaran program khusus ini pun disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan waktu yang tersedia.
Program ini dikatakan memiliki kekhususan karena pengembangan materi nilai-nilai agama harus diberikan pada waktu-waktu tertentu saja, memerlukan pendalaman pembahasan, dan terkait dengan dukungan media yang memadai. Contoh untuk agama Islam, meliputi : hafalan hadist, hafalan surat-surat pendek, praktek wudhu, praktek tayamum, praktek sholat, berkunjung ke tempat ibadah, pengenalan kegiatan ibadah haji, pengenalan ibadah zakat fitrah, dan pengenalan ibadah qurban.
Untuk melaksanakan ketiga program tersebut ada beberapa persyaratan yang perlu dimiliki guru yaitu mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum yang komprehensif, dan adanya kesinambungan antara satu program pengembangan dengan program lainnya.
     Wujud dari penerapan ketiga pertimbangan itu adalah guru dapat menerapkan pendekatan pembelajaran nilai-nilai agama secara terpadu dalam penyampaian materi bidang kemampuan dasar umum (bahasa, daya pikir, keterampilan, dan jasmani). Sajian kurikulum untuk memadukan materi agama secara jelas dengan materi-materi kemampuan dasar lainnya.
     Namun sangat disayangkan hingga saat ini kurikulum yang dijadikan acuan kita, masih belum secara tegas dan rinci menyajikan materi nilai-nilai keagamaan. Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak tahun 1994 hanya memberikan pedoman umum tentang penyelenggaraan pengembangan atau pembelajaran kepribadian secara implisit, tanpa memberikan rincian materi dan target yang jelas. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai macam kendala di lapangan terutama bagi taman kanak-kanak yang secara serius menonjolkan aspek pengembangan nilai-nilai agama sebagai unggulannya. Taman kanak-kanak yang bernuansa agama, sering menghadapi kesulitan dalam menyajikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak-anak didiknya. Akhirnya puncak persoalan itu membuahkan adanya ketidakseragaman dalam pencapaian target kompetensi standar nilai-nilai agama di taman kanak-kanak, penyajian materi pengembangan nilai-nilai agama yang kurang tepat sasaran, penerapan metode yang tidak sesuai dengan perkembangan anak, dan mengakibatkan munculnya sikap anak yang seolah-olah kurang peduli dan tidak antusias dalam mengikuti program pengembangan tersebut karena terkesan terpaksa.
b. Inovasi Pengembangan
     Menghadapi permasalahan seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, seyogianya pemerhati dan praktisi pendidikan anak pra-sekolah pun perlu menentukan sikap dan berupaya untuk memenuhi tuntutan jaman yang senantiasa mengalami perubahan yang berarti. Dalam dunia pendidikan kita mengenal perlu adanya sikap kritis dalam rangka mencari solusi permasalahan yang muncul, dengan istilah Inovasi Kurikulum.
     Menurut arti kamus (John M. Echols : 1995) ‘Inovasi’ memiliki makna pembaharuan, perubahan (secara) baru. Dengan demikian, bila hal itu kita hubungkan dengan masalah kurikulum atau perencanaan pembelajaran, maka dapat dimaknai dengan adanya perubahan dan pembaharuan dalam menyusun kurikulum atau perencanaan pembelajaran.
     Sedangkan menurut M. Ansyar et. Al. (1993), inovasi adalah gagasan, perbuatan atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu dan pada suatu jangka waktu tertentu, untuk menjawab masalah yang dihadapi. Sesuatu yang baru mungkin sudah lama dikenal tetapi belum dilakukan perubahan.
     Adapun yang melatarbelakangi esensi inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan kelemahan, serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Lembaga penyelenggaraan pendidikan, baik negeri maupun swasta, seharusnya memiliki kepekaan dan tanggap terhadap keadaan seperti itu dan bersedia mencari kelemahan kurikulum dan perangkatnya. Untuk itu, perlu dicarikan jalan pemecahannya, baik dalam segi relevansi pendidikan, mutu lulusan, efisiensi dan efektifitas pengelolaan, serta masalah struktur pendidikan guru termasuk di dalam taman kanak-kanak. Oleh karena itu, pihak praktisi pendidikan perlu melakukan inovasi. Itu berarti bahwa disain kurikulum dan pengembangan perlu diperbaharui untuk menjangkau kualitas lulusan yang diharapkan.
     Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah sebagai berikut:
1.    Kasih sayang;
2.    Perlindungan dan perawatan;
3.    Waktu yang diberikan kepada anak;
4.    Lingkungan belajar yang kondusif;
5.    Belajar bersikap adalah belajar nilai;
6.    Belajar moral di usia dini.  
Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak dicapai, karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan, pola kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih.
Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, antara lain adalah konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya. Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak taman tanak-kanak antara lain bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek, bercerita, pemberian tugas dan keteladanan serta bernyanyi. 
2.2       Substansi Inovasi Pengembangan Nilai Agama
       Mencermati berbagai masalah dalam kaitannya dengan inovasi pada bidang pertengahan nilai-nilai agama di taman kanak-kanak, maka perlu dilakukan inovasi dalam beberapa bagian kurikulum dan pembelajaran. Seperti disain kurikulum yang akan diterapkan, disain kegiatan pembelajaran yang direncanakan, dan disain kegiatan harian dalam aktifitas kegiatan belajar sekolah.
       Conny R. Semiawan (1995), memberi alternative inovasi dalam rangka meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik, antara lain :
1.      Adanya Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
      Dari segi konsep, Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak tahun 1994 telah memenuhi kebutuhan anak dalam belajar sambil bermain di taman kanak-kanak. Namun, khusus untuk materi pengembangan nilai-nilai agama, hingga saat ini masih belum mencantum secara rinci dan pasti. Dalam pandangan kurikulum seyogianya hal tersebut harus ada dan merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh, serta antara satu tema atau kemampuan, dapat dihubungkan dengan teman atau kemampuan yang lainnya.
2.      Adanya Pendekatan Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning)
      Pendekatan pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan yang dapat diterapkan pada saat penyampaian materi pelajaran kepada anak. Pendekatan ini menghendaki adanya kreativitas guru untuk mencoba menghubungkan antara satu tema yang sedang dipelajari, dikaitkan dengan tema-tema lain yang secara rasional memang ada hubungannya. Sehingga tanpa disadari oleh anak, mereka mampu mendapatkan pengetahuan yang lebih luas ketika mempelajari tema yang sedang dibahas.
3.      Adanya Hari Terpadu (Integrated Day)
      Dari kenyataan yang terjadi di lapangan apa yang telah kita lakukan ketika membuat satuan kegiatan harian, pada prinsipnya telah menggambarkan adanya suatu program kegiatan belajar mengajar di taman kanak-kanak yang mengarah pada hari terpadu. Satuan kegiatan harian yang saat ini kita kenal, telah memasuki rancangan kegiatan yang memadukan beberapa target kemampuan dasar bagi anak seharian (dalam sehari). Kita mengenal dalam sebuah satuan kegiatan harian target kegiatan dan kemampuan yang hendak dicapai ternyata terpadu secara baik dalam sebuah program harian yang berisi target kemampuan dasar bahasa, daya pikir, keterampilan, dan jasmani. Seyogianya kita merancang satuan kegiatan harian tersebut, materi nilai-nilai agama harus senantiasa mewarnai di setiap kegiatan yang guru dan anak akan lakukan.
      Berawal dari pemahaman kita bahwa latar belakang perlunya kita melakukan inovasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk memberikan pemecahan masalah yang dihadapi pada saat kita melakukan pembelajaran kepada anak didik. Upaya pembelajaran yang diharapkan tentunya tidak bersifat statis dan ala kadarnya, melainkan harus dilakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk mengubah paradigma lama seperti itu, ada beberapa inovasi dalam pendekatan pembelajaran, termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai agama bagi anak usia taman kanak-kanak. Inovasi yang dimaksud meliputi :
1.       Pengalaman belajar
Pengalaman belajar tidak sama dengan penguasaan materi pelajaran atau kegiatan mengajar guru. Belajar timbul jika anak terlibat secara aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Apa yang dipelajari anak, pada hakikatnya adalah apa yang dilakukannya, bukan apa yang dilakukan guru.
Sebagai bahan ilustrasi, bisa saja bahwa dua orang anak yang berada dalam ruang kelas yang sama, memiliki dua pengalaman belajar yang berbeda, walaupun mereka belajar dari guru dan pada waktu yang sama. Betapapun keduanya berada pada ruang yang sama, mempelajari materi yang sama, dari guru yang sama, akan tetapi besar kemungkinan mereka memiliki pengalaman belajar yang berbeda. Jadi sasaran dari setiap kegiatan pembelajaran dalam rangka pengembangan apapun termasuk nilai-nilai agama, seyogianya adalah menghasilkan pengalaman belajar, bukan materi yang diajarkan guru kepadanya.
Kegiatan mengunjungi masjid atau gereja, mungkin bagi anak yang belum pernah mengunjunginya, bisa menjadi pengalaman belajar yang luar biasa hebatnya yang dapat memotivasi anak untuk mengetahui lebih lanjut tentang tempat ibadah tersebut, dan bisa jadi hal itu merupakan pengetahuan yang sangat kuat melekatnya dan sangat kuat diingat dalam kehidupannya.
2.       Belajar aktif
Untuk menimbulkan pengalaman anak terhadap sajian materi pelajaran, perlu diupayakan agar anak melakukan aktivitas sesuai yang direncanakan, dan tidak hanya menjadi anak didik yang pasif. Anak hanya akan memperoleh pengalaman tentang substansi materi yang dipelajari jika mereka menjadi anak didik yang aktif.
Dengan perkataan lain anak perlu diberi peluang dan kesempatan sebesar-besarnya untuk aktif ambil bagian, berperan serta sampai mereka betul-betul dapat merasakan manfaat dari pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, bila guru akan menjelaskan tata cara atau etika makan menurut ajaran agama, sebaiknya selain guru memberikan contoh peragaan dengan alat makan, guru juga perlu melibatkan beberapa anak untuk menirukan langsung bagaimana etika makan yang benar menurut ajaran nilai-nilai agama. Pada saat anak telah mengetahui langkah-langkahnya, berikan kesempatan anak untuk mengulanginya beberapa kali sampai dia merasa bisa. Selanjutnya berikan kesempatan yang sama kepada anak yang lain secara bergiliran.
Demikian juga jika anda akan mengajarkan tata cara berwudhu, biarkan mereka main air terlebih dahulu, jangan dilarang anak berbasah-basahan, namun berikan arahan bagaimana cara berwudhu yang benar, sambil memperagakan cara berwudhu yang sesungguhnya. Namun perlu diingat, sebaiknya sehari sebelumnya, perlu ada koordinasi dengan pihak wali murid agar pada hari praktik tersebut diharapkan anak membawa baju ganti.
Pada ilustrasi di atas, tersirat pernyataan, bahwa untuk memperoleh pengalaman belajar, anak perlu aktif melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dan pengalaman belajar adalah dua istilah yang berkaitan erat satu sama lainnya. Perbedaannya adalah pada tingkat perencanaan kurikulum kita menetapkan kegiatan belajar, tetapi pada tingkat evaluasi, kita lihat apakah anak memiliki pengalaman belajar sebagai hasil dari mempelajari materi pelajaran, melalui keaktifannya melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Dengan demikian guru perlu berusaha agar kegiatan belajar selalu sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.
3.       Belajar proses
Proses adalah berbagai cara yang berkaitan dengan peroleh pengetahuan, seperti proses pada pengambilan keputusan, mengevaluasi akibat dari suatu tindakan, dan sebagainya. Saat ini dunia pendidikan juga lebih menekankan pada keterampilan proses dalam melakukan berbagai pendekatan pembelajaran.
Pada tataran anak usia taman kanak-kanak wujud nyata kegiatan belajar proses ini dapat ditampilkan melalui keterampilan proses seperti anak diarahkan untuk melakukan kegiatan mengamati sesuatu/observasi, menghitung, mengelompokkan, dan mengkomunikasikan secara verbal atas apa yang telah diamatinya.
Sebagai contoh dalam pengembangan nilai-nilai agama adalah anak diminta untuk memperhatikan/mengamati replika tempat ibadah yang bermacam-macam, lalu anak diminta menghitung banyaknya contoh tempat ibadah yang ada di negara kita, kemudian anak diminta mengelompokkan tempat ibadah dengan umat yang menganut agama tersebut, dan menyebutkannya secara lisan apa yang telah diketahuinya melalui pengamatan tersebut. Seperti ciri-ciri masjid, gereja, candi, dan sebagainya dengan nama pemimpin agama pemimpin masing-masing.
Ada beberapa aspek yang akan dijadikan sebagai pembinaan dalam nilai-nilai agama yang perlu diterapkan kepada anak usia pra-sekolah.
1.    Membiasakan Kejujuran
Jujur merupakan etika dan nilai ajaran yang paling tinggi dan mulia yang dianjurkan untuk ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini. Banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya kepada kejujuran namun tindakan mereka menjerumuskan kepada kedustaan.
Setiap pendidik atau orang tua wajib menanamkan nilai kejujuran pada anak-anak dalam ucapan dan tindakan. Apabila orang tua tidak memiliki perhatian dalam mendidik kejujuran dan etika sejak kecil, maka anak akan menjadi generasi pendusta.
2.    Membiasakan keadilan
Adil adalah sikap yang mampu mengontrol akhlak dan perilaku sehingga selalu mampu bersikap tengah-tengah antara berlebihan dan teledor. Dan sikap tersebut membawa kepada kebiasaan murah hati dan dermawan yang sikap antara terhina dan terlalu menonjol. Adil juga melahirkan sikap pemaaf tengah-tengah antara sikap marah dan rendah serta terhina.
3.    Membiasakan meminta izin
Pada usia kanak-kanak, anak dilatih agar membiasakan minta izin ketika ingin masuk ke kamar orang tuanya pada tiga waktu tertentu yaitu waktu subuh, waktu dhuhur, dan waktu isya. Karena pada waktu tersebut kedua orang tua sedang menikmati istirahat dan melepas pakaian. Orang tua yang selalu membiasakan anaknya meminta izin maka ketika anak tersebut sudah menginjak dewasa maka ia sudah terbiasa meminta izin, termasuk meminta izin kepada orang tua, teman, keluarga, ketika hendak mengambil sesuatu dan meninggalkan tempat kapan dan dimanapun ia berada.
4.    Membiasakan berbicara dengan baik
Orang tua sebagai pendidik dalam rumah tangga hendaknya mengajarkan anak-anaknya etika berbicara dengan baik. Etika berbicara yang baik pada anak-anak akan berpengaruh pada perilaku masing-masing individu sebab ucapan dan pembicaraan yang baik akan membuat orang tertaruk dan menambah kecintaan sementara ucapan yang kotor dan pembicaraan yang buruk akan membuat orang lain benci dan menjauh.
5.    Membiasakan makan dan minum dengan baik
Salah satu adab yang perlu ditanamkan kepada anak sejak kecil adalah adab makan dan minum. Pendidik yang seharusnya mengajarkan kepada anaknya bahwa makan dan minum bukan tujuan dan sasaran utama, namun makan dan minum hanya sekedar usaha untuk memelihara kesehatan agar manusia mampu menunaikan tugas hidup.
6.    Membiasakan bergaul dengan yang baik
Sudah merupakan sunnah alam dan fitra manusia, bahwa setiap orang membutuhkan teman dan sahabat untuk saling membantu dan saling menyayangi. Oleh karena itu, orang tua dapat memilihkan teman yang baik untuk anaknya. Seorang anak relatif lebih sulit untuk memilih teman untuk dirinya sendiri, maka orang tua yang memang sudah berpengalaman dalam hidup, harus membantu anak untuk memilihkan teman yang dapat membantu anak untuk memilihkan teman yang dapat membantu anaknya menuju kenaikan.
7.    Memberikan kasih sayang
Kasih sayang berperan penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tuanya. Anak membutuhkan rasa kasih sayang dari orang tuanya. Keberadaan orang tua sebagai pendidik sangat diharapkan dalam memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Dengan menggunakan nilai-nilai keagamaan pada anak taman kanak-kanak, tentu ada tujuan yang ingin dicapai. Secara umum, tujuan pendidikan keagamaan (Islam) adalah arah yang diharapkan setelah subjek didik mengalami perubahan proses pendidikan, baik tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.
Tujuan pendidikan Islam adalah berusaha untuk menciptakan pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang antara semua potensi jiwa manusia, yaitu menyelaraskan fungsi fisik, akal dan perasaan atau daya spiritual manusia untuk menjadi baik yang pada akhirnya membawa manusia tersebut sempurna dalam hidupnya.
2.3       Prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai Agama Anak
1.      Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP)
      DAP adalah pengambilan keputusan secara professional tentang (pengakuan terhadap) keberadaan anak dan pendidikannya didasarkan atas pengetahuan tentang perkembangan dan belajar anak, kekuatan, minat, dan kebutuhan anak di dalam kelompok, dan konteks sosial budaya dimana anak hidup.
      Dengan perkataan lain bahwa pada saat kita akan melakukan pendekatan pembelajaran dalam pengembangan apapun termasuk nilai-nilai agama kita perlu memperhatikan :
a.       Sesuai dengan perkembangan anak.
b.       Sesuai dengan minat.
c.       Sesuai dengan kemampuan anak.
d.      Sesuai dengan kebutuhan anak dengan lingkungannya.
      Bila kita mengabaikan hal itu semua, tentunya pengembangan apapun akan mengarah pada kesimpulan kurang optimal, padahal setiap pembelajaran apapun seyogianya harus memberikan manfaat bagi anak itu sendiri (meaningfull).
2.      Prinsip Enjoyable
      Salah satu perhatian yang perlu kita berikan kepada anak didik di taman kanak-kanak adalah dengan memberikan suatu lingkungan hidup yang menyenangkan. Karena sesungguhnya mereka dilahirkan dengan potensi awal yang tidak banyak mengetahui hakikat berjubelnya masalah yang dihadapi manusia dewasa. Mereka berhak bergembira atas awal kehidupannya. Mereka berhak menikmati hidup dengan senang tanpa menghadapi beban.
      Menurut Steven Allen (2003) yang merupakan seorang perwakilan dari Unicef mengatakan bahwa seyogianya para orang tua dan guru di dalam rangka mendidik dan mengembangkan potensi anak perlu memberikan awal kehidupan yang terbaik bagi para bayi dan anak-anak. Jadi, tentunya hal yang sangat perlu dimiliki oleh para orang tua dan guru dalam memperlakukan anak di usia nol sampai masa prasekolah adalah menciptakan awal kehidupan yang menggembirakan, menyenangkan, dan tidak memberikan beban pada mereka dalam mengikuti pembelajaran.
      Pendekatan yang kurang tepat akan mengakibatkan gangguan pada perkembangan jiwanya dan mempengaruhi perkembangan potensinya menjadi kurang optimal. Oleh sebab itulah, dalam rangka melakukan inovasi pendekatan dan pengembangan nilai-nilai agama pada anak taman kanak-kanak perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a.   Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual, bahasa, motorik, dan sosial emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan aspek perkembangan dan kemampuan pada masing- masing anak.
b.   Belajar melalui bermain. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran pada anak usia TK. Upaya-upaya pendidikan yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi dan media menarik serta mudah diikuti oleh anak. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran berguna bagi anak.
c.       Kreatif inovatif. Proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Selain itu dalam pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara dinamis, artinya anak tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam proses pembelajaran.
d.    Lingkungan kondusif. Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruangan harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga dalam interaksi baik dengan pendidik maupun dengan temannya dapat dilakukan secara demokratis. Selain itu, dalam pembelajaran hendaknya memberdayakan lingkungan sebagai sumber belajar dengan memberi kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan kemampuan interpersonalnya sehingga anak merasa senang walaupun antara mereka berbeda (perbedaan individual). Lingkungan hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya yaitu dengan tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar. Pendidik harus peka terhadap karakteristik budaya masing- masing anak.
e.      Menggunakan pembelajaran terpadu. Model pembelajaran terpadu yang beranjak dari tema yang menarik anak (centre of interest) dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.
f.  Mengembangkan keterampilan hidup. Mengembangkan keterampilan hidup melalui pembinaan-pembinaan agar mampu menolong diri sendiri (mandiri), disiplin, mampu bersosialisasi dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
g.       Menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Media dan sumber belajar dapat berasal dari lingkungan alam sekitar, atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan.
h.       Pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak.
Ciri-ciri pembelajaran ini adalah :
1.  Anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.
2.  Siklus belajar anak selalu berulang, dimulai dari membangun kesadaran, pencari penjelasan (eksplorasi), memperoleh penemuan yang berguna untuk selanjutnya anak dapat menggunakannya.
3.        Anak belajar mealui interaksi sosial dengan orang dewasa dan teman sebayanya.
4.        Minat anak dan keinginannya memotivasi belajarnya.
5.        Perkembangan anak dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individual.
6.     Anak belajar dengan cara dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang konkret ke abstrak, dari gerakan ke verbal, dan dari keakuan ke rasa sosial.
i.         Stimulasi Terpadu. Pada saat anak melakukan suatu kegiatan, anak dapat mengembangkan beberapa aspek pengembangan sekaligus. Seperti ketika anak melakukan kegiatan makan, kemampuan yang dikembangkannya antara lain: bahasa (mengenal kosa kata tentang jenis sayuran, dan peralatan makan), motorik halus (memegang sendok, menyuapkan makanan ke mulut), daya pikir (membandingkan makan sedikit dan makan banyak), sosial emosional (duduk rapi dan menolong diri sendiri), dan moral serta nilai keagamaan (berdoa sebelum dan sesudah makan).
Ada beberapa prinsip dasar yang sangat perlu diperhatikan dalam penyampaian materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak taman kanak-kanak, diantaranya adalah :
1.      Prinsip penekanan pada aktivitas anak sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan kebutuhan pembentukan kepribadian anak dalam rangka peletakan dasar kehidupan anak pada bidang kehidupan beragama anak.
2.      Prinsip pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/keluarga anak.
Sebaik apapun program yang disusun oleh pihak sekolah, namun jika tidak didukung oleh partisipasi aktif para orang tua dalam memberikan keteladanan dan konsistensi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak, maka semua itu akan sia-sia.
3.      Prinsip kesesuaian dengan kurikulum spiral.
Prinsip ini menekankan bahwa pada saat guru dan orang tua menyajikan materi pengembangan nilai-nilai agama kepada anak taman kanak-kanak maka hal itu harus disampaikan secara bertahap: seperti dimulai dengan penjelasan atau contoh yang terdekat dengan dunia anak sampai hal yang terjauh dari sisi anak; atau dimulai dari hal yang paling mudah anak cerna sampai hal yang agak sulit anak pahami.
4.      Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP).
Prinsip ini menjelaskan bahwa guru dan para orang tua hendaknya sangat memperhatikan proses penyajian materi yang akan disampaikan yaitu materi yang perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan anak itu sendiri.
5.      Prinsip psikologi perkembangan anak.
Setiap guru seyogianya menyampaikan materi pengembangan nilai-nilai agama yang disesuaikan dengan landasan ilmu psikologi perkembangan anak didik. Dalam tinjauan ilmu psikologi dikenal adanya tugas-tugas perkembangan maka setiap materi yang aka disampaikan seyogianya senantiasa dihubungkan dengan prinsip-prinsip dasar psikologi pendidikan.
6.      Prinsip monitoring yang rutin.
Untuk mendapatkan keberhasilan yang baik maka diperlukan adanya kegiatan monitoring secara rutin untuk memantau proses perkembangan dan kemajuan anak dalam mengikuti program yang kita siapkan. Peranan monitoring sangat membantu semua pihak yang terkait, untuk memperoleh data akurat dalam rangka perbaikan dan pengembangan program selanjutnya. Tanpa langkah demikian kita akan sulit memperoleh informasi tentang anak didik dan perkembangannya.



BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
1. Dalam kegiatan pembelajaran nilai-nilai agama pada anak, ada beberapa program yang dijalankan yaitu program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan rutin, program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan terintegrasi, dan program pembelajaran nilai-nilai agama melalui kegiatan khusus. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah kasih sayang, perlindungan dan perawatan, waktu yang diberikan kepada anak, lingkungan belajar yang kondusif, belajar bersikap adalah belajar nilai, dan belajar moral di usia dini. 
2.      Conny R Semiawan (1995), memberi alternative inovasi dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik diantaranya memperkenalkan 3 hal yaitu 1.Adanya kurikulum terpadu (integrated curriculum); 2. Adanya pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning); 3. Adanya hari terpadu (integrated day).
3.      Prinsip inovasi untuk pengembangan nilai agama anak yaitu prinsip developmentally appropriate practice (DAP) dan prinsip enjoyable.




DAFTAR PUSTAKA
Azmi, Muhammad. 2006. Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra-Sekolah. Jogjakarta : CV. Venus Corporation.
Hidayat, Otib Satibi. 2009. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama. Jakarta : Universitas Terbuka.
SM, Ismail. 2009. Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM. Semarang : RaSail Media Group.
http://butirancinta999.blogspot.co.id/2013/04/pendekatan-terhadap-anak-tk-normal-0.html
http://megidesfita12.blogspot.co.id/2014/12/v-behaviorurldefaultvmlo_66.html
http://winarsihww.blogspot.co.id/2012/11/pendekatan-inovatif-kajian-empirik.html




      

                                   

2 komentar: