BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa SMA yang memiliki rentan usia
15-18 tahun bisa dikatakan merupakan masa peralihan seseorang dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah
masa remaja. Masa remaja merupakan suatu tahap transisi menuju ke status yang
lebih tinggi yaitu status sebagai orang dewasa. Masa-masa ini dapat dikatakan
sebagai masa badai bagi seseorang, dimana akan terjadi perombakan besar
terhadap hidupnya, sehingga dalam fase ini benar-benar dibutuhkan peran orang
tua, peran guru, peran lingkungan, dan peran teman-teman sebayanya untuk
membawa dia ke ranah positif dari kehidupan. Pemberian penyuluhan kepada si
remaja mengenai tahap-tahap perkembangannya sangat penting untuk memastikannya
agar tidak salah langkah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
perkembangan karakteristik anak tingkat SMA?
2. Apa
kebutuhan anak tingkat SMA, masalah, dan konsekuensinya?
3. Apa
faktor yang mempengaruhi perkembangan anak tingkat SMA?
4. Bagaimana
cara mendukung perkembangan anak tingkat SMA?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui perkembangan karakteristik anak tingkat SMA.
2. Untuk
mengetahui kebutuhan anak tingkat SMA, masalah, dan konsekuensinya.
3. Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan anak tingkat SMA.
4. Untuk
mengetahui cara mendukung perkembangan anak tingkat SMA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Karakteristik Anak Tingkat
SMA
Perkembangan
anak adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel
tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa
per- kembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya.
Perkembangan
dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam
rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak,
masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa (Syamsu dan Nani, 2011: 1).
Masa
remaja disebut juga adolescence, yang
dalam bahasa latin berasal dari kata adolescere,
yang berarti “to grow into adulthood”.
Adolesen merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa, dalam mana
terjadi perubahan dalam aspek biologis, psikologis, dan sosial. Menurut
Laurence Steinberg (2002) (Syamsu dan Nani, 2011: 78) ada tiga perubahan
fundamental pada masa remaja yaitu sebagai berikut.
1. Biologis,
seperti mulai matangnya alat reproduksi, tumbuhnya buah dada pada anak wanita,
dan tumbuhnya kumis pada anak pria.
2. Kognisi,
yaitu kemampuan untuk memikirkan konsep-konsep yang abstrak (seperti
persaudaraan, demokrasi, dan moral), dan mampu berpikir hipotetis (mampu
memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya).
3. Sosial,
yaitu perubahan dalam status sosial yang memungkinkan remaja (khususnya remaja
akhir) masuk ke peran-peran atau aktivitas-aktivitas baru, seperti bekerja,
atau menikah.
Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu yaitu
proses yang menuju kedepan dan tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan
manusia terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan
tidak dapat diulangi. Berikut merupakan perkembangan karakteristik dari siswa
SMA:
a. Perkembangan
Fisik
Pada
masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan
dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan
gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan
fisik remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan,
serta otot-otot tubuh berkembang pesat.
b. Perkembangan
Kognitif (Berpikir)
Hal
ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir
kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih
menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang
melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang
logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya
sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu
tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang
memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan orang tua
tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan
remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Pada
periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para
remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat
atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang
sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak
lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu
serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan
operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
c. Perkembangan
Identitas Diri (Self- Identity)
Identitas
diri merupakan potret diri yang meliputi berbagai hal (Santrock, 2008) (Syamsu
dan Nani, 2011: 95) sebagai berikut.
a. Vocational/career identity,
yaitu karier atau pekerjaan yang diinginkan oleh seseorang untuk menjalaninya.
b. Political identity,
yaitu arah sikap politik seseorang, seperti apakah konservatif, atau liberal.
c. Religious odentity,
yaitu keyakinan spiritual seseorang.
d. Relationship identity,
yaitu terkait dengan status seseorang apakah lajang, sudah nikah, atau
bercerai.
e. Achievement, intellectual identity,
yaitu motivasi seseorang untuk berpretasi atau mencapai tingkat intelektualitas
yang tinggi.
f. Sexual identity,
yaitu menyangkut orientasi seksual seseorang, apakah heteroseksual,
homoseksual, atau biseksual.
g. Cultural/ethnic identity,
yaitu terkait dengan warisan budaya yang menjadi rujukan identifikasi seseorang
secara intensif.
h. Interest identity,
yaitu sesuatu yang disenangi seseorang untuk melakukannya, seperti olahraga,
musik dan hobi.
i.
Personality
identity, yaitu terkait dengan karakteristik kepribadian
individu, seperti introvert atau extrovert, cemas atau tenang, bersahabat atau
bermusuhan.
j.
Physical
identity, yaitu citra individu terhadap tubuhnya.
Kapan identitas diri individu berkembang? Identitas
diri berkembang pada usia remaja, pada tahap perkembangan kelima, yaitu
identity vs identity confusion (kebingungan identitas/peran). Identitas sebagai
konsepsi tentang diri, penentuan tujuan nilai, dan keyakinan yang dipegang
teguh oleh seseorang. Tugas utama remaja adalah memecahkan krisis identitas,
untuk dapat menjadi orang dewasa yang memahami dirinya secara utuh, dan
memahami perannya di masyarakat.
d. Perkembangan
Emosional
Emosi pada
remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Mereka belum
bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan kelihatan
sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih atau
marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung
perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada
pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam
diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.
Perkembangan
Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA) Psikolog memandang anak usia
SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian
proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada
periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa.
Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas.
Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut
sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai
orang dewasa.
e. Perkembangan
Moral
Salah satu pola
hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu kelompok. Remaja dalam
kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang
orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya dinomorsatukan. Contohnya,
apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan untuk mengikuti acara
keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan lebih memilih untuk
pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan
sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan jenisnya dan
mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti
dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja cenderung akan
bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak perempuan secara biologis dan
karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.
f. Perkembangan
Kepribadian
Secara umum
penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang,
namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu mengambarkan
pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini amatlah
penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan
semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung
dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang
menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik
seperti materi atau penampilan.
B.
Kebutuhan Anak Tingkat SMA, Masalah, dan
Konsekuensinya
Usaha
penemuan jati diri remaja dilakukan dengan berbagai pendekatan, agar ia dapat
mengaktualisasi diri secara baik. Menurut Sunarto dan Agung (1995: 55),
aktualisasi diri merupakan bentuk kebutuhan untuk mewujudkan jati dirinya.
Beberapa jenis kebutuhan remaja dapat diklarifikasikan menjadi beberapa
kelompok kebutuhan, yaitu:
a) kebutuhan
organik, seperti makan, minum, bernafas, seks;
b) kebutuhan
emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari fihak
lain, dikenal dengan n’Aff;
c) kebutuhan
berprestasi atau need of achievement
(yang dikenal dengan n’Ach), yang berkembang karena didorong untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan
psikofisis;
d) kebutuhan
untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.
Beberapa
masalah dan konsekuensinya yang dihadapi remaja sehubungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
Upaya untuk dapat mengubah sikap dan
perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan perilaku dewasa tidak semuanya dapat
dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini
remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar,
sedang di lain pihak harapan ditumpukan pada remaja muda untuk dapat meletakkan
dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi
ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih
lanjut dapat menjadikan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya
bersikap tidak percaya diri, pendiam atau harga diri kurang.
2)
Seringkali para remaja mengalami
kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya. Hanya sedikit remaja
yang merasa puas dengan tubuhnya. Hal ini disebabkan pertumbuhan tubuhnya
dirasa kurang serasi. Ketidakserasian proporsi tubuh ini sering menimbulkan
kejengkelan, karena ia (mereka) sulit untuk mendapatkan pakaian yang pantas,
juga hal itu tampak pada gerakan atau perilaku yang kelihatannya wagu dan tidak pantas.
3)
Perkembangan fungsi seks pada masa ini
dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya, sehingga sering terjadi
salah tingkah dan perilaku yang menentang norma. Pandangannya terhadap sebaya
lain jenis kelamin dapat menimbulkan kesulitan dalam pergaulan. Bagi remaja
laki-laki dapat berperilaku yang “menentang norma” dan bagi remaja perempuan
akan berperilaku “mengurung diri” atau
menjauhi pergaulan dengan sebaya lain jenis. Apabila kematangan seksual itu
tidak mendapatkan arahan atau penyaluran yang tepat dapat berakibat negatif.
Konsekuensi yang diderita sering berbentuk pelarian yang bertentangan dengan
norma susila dan sosial, seperti homoseksual, lari ke kehidupan “hitam” atau
melacur, dan semacamnya. Bagi remaja pria secara berkelompok kadang-kadang
mencoba pergi bersama-sama ke lokasi “berlampu merah” atau lokasi WTS.
4)
Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat,
remaja yang terlalu mendambakan kemandirian, dalam arti menilai dirinya cukup
mampu untuk mengatasi problema kehidupan, kebanyakan akan menghadapi berbagai
masalah, terutama masalah penyesuaian emosional, seperti perilaku yang terlalu over acting, “lancang”, dan semacamnya.
Kehidupan bermasyarakat banyak menuntut remaja untuk banyak menyesuaikan diri,
namun yang terjadi tidak semuanya selaras. Dalam hal yang terjadi
ketidakselarasan antara pola hidup masyarakat dan perilaku yang menurut para
remaja baik, hal ini dapat berakibat kejengkelan. Remaja merasa selalu
“disalahkan” dan akibatnya mereka frustasi dengan tingkah lakunya sendiri.
5)
Harapan-harapan untuk dapat berdiri
sendiri dan untuk hidup mandiri secara sosial ekonomis, akan berkaitan dengan
berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan.
Penyesuaian sosial merupakan salah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja.
Mereka bukan saja harus menghadapi satu arah kehidupan, yaitu keragaman norma
dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, tetapi juga norma baru dalam
kehidupan sebaya remaja dan kuatnya pengaruh kelompok sebaya.
6)
Berbagai norma dan nilai yang berlaku di
dalam hidup bermasyarakat merupakan masalah tersendiri bagi remaja, sedang di
pihak remaja merasa memiliki nilai dan norma kehidupannya yang dirasa lebih
sesuai. Dalam hal ini para remaja menghadapi perbedaan nilai dan norma
kehidupan. Menghadapi perbedaan norma ini merupakan kesulitan tersendiri bagi
kehidupan remaja. Sering kali perbedaan norma yang berlaku dan norma yang
dianutnya menimbulkan perilaku yang menyebabkan dirinya dikatakan “nakal”.
C.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Anak Tingkat SMA
1. Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang
lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan
sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam
masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah
ditanamkan oleh keluarganya.
3. Pendidikan
Pendidikan
merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai
proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial
anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
4. Kapasitas Mental, Emosi dan Intelegensi
Kemampuan
berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi berpengaruh
sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi
akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan
ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial
anak.
5. Faktor Teman
Sebaya
Semakin bertambah umur, si anak semakin memperoleh
kesempatan lebih luas untuk mengadakan hubungan dengan teman-teman sebayanya,
sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak
menjadi sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam
suasana bermain.
Anak yang
bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukkan
ciri-ciri kepemimpinan dengan sikap-sikap menguasai anak-anak lain, akan besar
pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau pola-pola kepribadian.
Konflik-konflik terjadi pada anak bilamana norma-norma pribadi sangat berlainan
dengan norma-norma yang ada di lingkungan teman-teman. Di satu pihak ia ingin
mempertahankan pola-pola tingkah laku yang diperoleh di rumah, sedangkan di
pihak lain lingkungan menuntut si anak untuk memperlihatkan pola yang lain, yang
bertentangan dengan pola yang sudah ada, atau sebaliknya.
6. Keragaman
Budaya
Bagi
perkembangan anak didik, keragaman
budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti
dengan sikap dan prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang
ada di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan, seorang
anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang berkembang di
masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku yang positif maupun budaya
yang akan membawa ke arah prilaku yang negatif.
7. Media Massa
Media massa
adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku
masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya
bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat
merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negatif. Contoh media massa yang
sangat berpengaruh adalah media massa yang saat ini berkembang semakin canggih.
Semakin canggih suatu media massa maka akan semakin terasa dampaknya bagi
kehidupan kita. Contohnya
televisi, televisi sangat mudah mempengaruhi masyarakat,
khususnya anak-anak yang dalam perkembangan melalui acara yang disiarkan.
D.
Cara Mendukung Perkembangan Anak Tingkat
SMA
Untuk
mendukung perkembangan anak tingkat SMA dan mencegah terjadinya kebingungan
identitas, maka pihak orang tua di lingkungan keluarga, guru di lingkungan
sekolah dan orang dewasa lainnya di lingkungan masyarakat hendaknya melakukan
hal-hal berikut.
a. Memberi
contoh atau teladan tentang sikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan
perannya masing-masing.
b. Menciptakan
iklim kehidupan sosial yang harmonis, jauh dari gejolak atau konflik.
c. Menciptakan
lingkungan hidup yang bersih, tertib, sehat dan indah.
d. Memberikan
kesempatan kepada remaja untuk berpendapat, mengajukan gagasan, atau berdialog.
e. Memfasilitasi
anak untuk mewujudkan kreativitasnya, baik dalam bidang olahraga, seni, maupun
bidang keilmuan.
f. Memberikan
informasi kepada anak tentang orang-orang sukses, dan bagaimana proses mencapai
kesuksesannya tersebut.
g. Menampilkan
perilaku yang sesuai dengan karakter atau nilai-nilai akhlak mulia.
h. Memberi
contoh dalam bersikap dan berperilaku yang terkait dengan nilai-nilai budaya
cinta tanah air, patriotisme, dan nasionalisme.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa
remaja bisa dikatakan sebuah masa penuh badai yang harus dilewatinya untuk
mengarungi samudera kehidupan. Jika ia berhasil melewati badai tersebut maka
dipastikan ia akan selamat atau dalam artian telah berhasil dalam menjalani
kehidupan, namun jika ia malah terseret dalam badai itu maka ia tidak akan
selamat.
Pengembangan
karakter itu sendiri tidak dapat berjalan dengan mudah maupun semulus seperti
yang diharapkan, dibutuhkan sebuah perjuangan bukan hanya dari remaja itu
sendiri tapi juga dari lingkungan dan orang-orang sekitar untuk membentuk
sebuah karakter dari individu tersebut. Dalam kasus ini peran dari remaja itu
memang penting tapi kita juga tidak bisa melupakan peran dari orang tua, guru,
teman sebaya, juga masyarakat yang selama ini berada disekitarnya. Sebuah
karakter akan terbentuk dari sebuah proses yang panjang, dan karakter itu
sendiri akan terbentuk sesuai dengan komponen-komponen yang telah membentuknya.
Jika komponen-komponen pembentuknya baik maka karakter yang baiklah yang aakan
terlahir, dan sebaliknya.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa di usia SMA ini merupakan fase metamorphosis seorang
anak menjadi sosok yang lebih dewasa, diperlukan cara-cara dan faktor-faktor
pendukung untuk keberhasilan dalam fase pengembangan karakter ini.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini, pembaca dapat memahami tentang karakteristik yang terdapat
pada anak tingkat SMA, kebutuhannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan serta cara mendukung perkembangan anak tingkat SMA. Saya berharap
pembaca dapat menyerap ataupun mengambil nilai positif yang ada dalam makalah
ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hartinah, Sitti D.S. 2008. Pengembangan Peserta Didik. Bandung:
Refika Aditama.
Husdarta, JS. & Dr. Nurlan
Kusmaedi. 2010. Pertumbuhan &
Perkembangan Peserta Didik (Olahraga dan Kesehatan). Bandung: Alfabeta.
L.N, Syamsu Yusuf & Nani M.
Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rajawali Pers.
Rich, Dorothy. 2008. Sukses Untuk Anak-anak Sekolah Menengah.
(alih bahasa: Tribudhi Sastrio). Jakarta: PT Indeks.
Sunarto & Dra. Ny. B. Agung
Hartono. 1995. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Great work. Personality Development Classes Mumbai
BalasHapusmantappp
BalasHapusthe best
BalasHapus