BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anak usia dini adalah anak yang
sedang berada dalam rentang usia 0 – 8 tahun, yang merupakan sosok individu
yang sedang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan
proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari sederhana
menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi
makhluk dewasa yang mandiri. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan
dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek :
gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan
benda-benda dalam lingkungan hidupnya.
Perkembangan
anak perlu didukung oleh keluarga dan lingkungan, supaya tumbuh kembang anak
berjalan secara optimal dan kelak ia menjadi manusia dewasa yang berkualitas
dan menjadi insan yang berguna baik bagi dirinya maupun keluarga, bangsa dan
negara.
Proses
pendidikan bagi anak usia dini secara formal dapat ditempuh di TK, Play Group,
TPA atau SD kelas awal. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang ditujukan
untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan
potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang secara wajar
sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran sejak usia dini, diharapkan
anak tidak saja siap untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, tetapi
yang lebih utama agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan fisik-motorik,
intelektual, sosial, dan emosi sesuai dengan tingkat usianya.
Untuk
membantu pencapaian perkembangan anak perlu diawali dengan pemahaman tentang
perkembangan anak itu sendiri, karena perkembangan anak berbeda dengan
perkembangan remaja atau orang dewasa. Anak memiliki karakteristik tersendiri
dan anak memiliki dunianya sendiri. Untuk mendidik anak usia dini, perlu
dibekali pemahaman tentang dunia anak dan bagaimana proses perkembangan anak.
Dengan pemahaman ini diharapkan para pendidik anak usia dini memiliki pemahaman
yang lebih baik dalam menentukan proses pembelajaran ataupun perlakuan pada anak
yang dibinanya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan perkembangan anak usia dini?
2. Apakah
karakteristik perkembangan anak usia dini?
3. Apakah
prinsip perkembangan anak usia dini?
4. Apakah
tugas-tugas perkembangan anak usia dini?
5. Apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian perkembangan anak usia dini.
2. Untuk
mengetahui karakteristik perkembangan anak usia dini.
3. Untuk
mengetahui prinsip perkembangan anak usia dini.
4. Untuk
mengetahui tugas-tugas perkembangan anak usia dini.
5. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan anak yang berada pada usia
0-6 tahun. Perkembangan anak usia dini merupakan perubahan pada fisik
(jasmaniah) maupun psikis pada anak usia dini. Usia dini merupakan usia yang
sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age. Anak usia
dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat. Anak
usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bila ditinjau dari hakikat anak usia
dini, maka anak memiliki dua aspek perkembangan yaitu biologis dan psikologis.
Pada anak usia dini terjadi perkembangan otak sebagai pusat kecerdasan terjadi
sangat pesat. Selain itu, organ sensoris seperti pendengar, penglihatan,
penciuman, pengecap, perabaan, dan organ keseimbangan juga berkembang pesat.
2.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
1. Perkembangan
Moral
Moral (kata latinnya “moris”)
merupakan suatu adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara
kehidupan. Sedangkan moralitas adalah kemauan untuk menerima dan melakukan
peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Adapun perkembangan moral
anak usia dini yaitu (a) Mampu merasakan kasih sayang, melalui rangkulan dan
pelukan, (b) Meniru sikap, nilai dan perilaku orang tua, (c) Menghargai memberi
dan menerima, (d) Mencoba memahami arti orang dan lingkungan disekitarnya.
Perkembangan
moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara yakni :
1. Pendidikan
langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang
benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa
lainnya. Di samping itu perlunya keteladanan orang tua, guru dan orang dewasa
lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.
2.
Identifikasi, yaitu
dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, kiai, atau orang
dewasa lainnya).
3.
Proses coba-coba (trial and error),
yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba.
Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan
sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
Penanaman
nilai-nilai moral dimulai dari lingkungan keluarga dimana orang tua memiliki
andil yang besar untuk memberi pemahaman pada anak tentang mana yang baik dan
salah. Pada mulanya mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, namun lambat
laun anak akan dapat memahaminya.
Ketika
anak berusia di bawah 6 tahun, perilaku yang ditunjukkannya didasari atas
kepatuhannya terhadap aturan orang tua atau orang dewasa lainnya, tetapi
memasuki usia 6-8 tahun perkembangan moral anak sudah berubah, pada usia ini
anak memiliki kemampuan lebih dalam memahami dan merefleksikan nilai-nilai
moral. Anak sudah lebih mampu melaksanakan peraturan mana yang benar dan mana
yang salah. Selain itu, pada usia ini anak sudah dapat memahami perbedaan
pendapat dengan orang lain.
2. Perkembangan
Fisik
Perkembangan fisik mengikuti hukum
perkembangan yang disebut “cephalocaudal” dan “proximodistal”. Hukum
cephalocaudal menyatakan bahwa perkembangan dimulai dari kepala kemudian
menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki. Sedangkan hukum proximodistal
menyatakan bahwa perkembangan bergerak dari pusat sumbu ke ujung-ujungnya atau
dari bagian yang dekat sumbu pusat tubuh ke bagian yang lebih jauh. Gerakan
anak usia dini lebih terkendali dan terorganisasi dengan pola-pola seperti
menegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai dengan santai,
serta mampu melangkah dengan menggerakkan tungkai dan kaki. Biasanya di usia
ini anak mengalami:
a.
Pertumbuhan fisik yang cukup pesat.
b.
Mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam prilaku
motorik.
c.
Energik dan aktif.
d.
Membedakan perabaan.
e.
Masih memerlukan waktu tidur yang banyak.
f.
Tertarik
pada makanan.
3. Perkembangan
Bahasa
Perkembangan bahasa
pada anak usia dini adalah perubahan sistem lambang bunyi yang berpengaruh
terhadap kemampuan berbicara anak usia dini. Dengan kemampuan berbicaranya itu
anak usia dini bisa mengidentifikasi dirinya, serta berinteraksi dan bekerja
sama dengan orang lain. Dengan demikian setidaknya ada tiga fungsi bahasa bagi
anak usia dini, yaitu 1. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaaan anak, 2. Bahasa merupakan alat untuk menjalin komunikasi anak dengan
orang lain, 3. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh anak untuk hidup
bersama dengan orang lain disekitarnya (Wiyani, 2014:97-98).
Tingkat pencapaian
perkembangan bahasa pada anak usia dini adalah sebagai berikut.
Usia
|
Perkembangan
Bahasa
|
0-3 bulan
|
- Menangis
- Berteriak
- Bergumam
|
3-6 bulan
|
- Mendengarkan
ucapan orang lain.
- Mengoceh.
- Tertawa atau
tersenyum kepada orang lain yang mengajak berkomunikasi.
|
6-9 bulan
|
- Menirukan
ucapan.
- Merespon
permainan cilukba.
- Menunjukkan
benda dengan mengucapkan satu kata.
|
9-12 bulan
|
- Mengucapkan
dua kata untuk menyatakan keinginan.
- Menyatakan
penolakan.
- Menyebut nama
benda atau binatang.
|
12-18 bulan
|
-
Mengucapkan kalimat yang terdiri dari dua kata.
-
Merespon pertanyaan dengan jawaban “ya” atau
“tidak”.
-
Menunjukkan bagian tubuh yang ditanyakan.
-
Memahami cerita pendek.
|
18-24 bulan
|
-
Menggunakan kata-kata sederhana untuk menyatakan
keingintahuan.
-
Menaruh perhatian pada gambar-gambar dalam buku.
-
Menjawab pertanyaan dengan kalimat pendek.
-
Menyanyikan lagu sederhana.
|
2-3 tahun
|
-
Hafal beberapa lagu sederhana.
-
Memahami cerita/dongeng sederhana.
-
Menggunakan kata tanya dengan tepat.
|
3-4 tahun
|
-
Menyatakan keinginan dengan mengucapkan kalimat
sederhana.
-
Menceritakan pengalaman yang dialami dengan cerita
sederhana.
-
Membaca cerita bergambar dalam buku dengan
kata-kata sendiri.
-
Memahami perintah yang mengandung dua pengertian.
|
4-5 tahun
|
-
Mengutarakan sesuatu hal kepada orang lain.
-
Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan
atau ketidaksetujuan.
-
Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat.
-
Menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah
didengar.
|
5-6 tahun
|
-
Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap.
-
Terlibat dalam pemilihan dan memutuskan aktivitas
yang akan dilakukan bersama temannya.
-
Perbendaharaan kata lebih kaya dan lengkap untuk
melakukan komunikasi verbal.
|
4. Perkembangan
Kognitif
Kognitif merupakan kata
sifat yang berasal dari kata kognisi (kata benda). Kognisi dapat diartikan
dengan kemampuan belajar atau berfikir atau kecerdasan, yaitu kemampuan untuk
mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang
terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan
menyelesaikan soal-soal sederhana.
Perkembangan kognitif
pada anak usia dini dapat diartikan sebagai perubahan psikis yang berpengaruh
terhadap kemampuan berfikir anak usia dini. Dengan kemampuan berfikirnya, anak
usia dini dapat mengeksplorasi dirinya sendiri, orang lain, hewan dan tumbuhan,
serta berbagai benda yang ada disekitarnya sehingga mereka dapat memperoleh berbagai
pengetahuan. Berbagai pengetahuan tersebut kemudian digunakan sebagai bekal
bagi anak usia dini untuk melangsungkan hidupnya dan menjalankan tugasnya
sebagai hamba Allah SWT (Wiyani, 2014: 62).
Adapun tingkat
pencapaian perkembangan kognitif antara lain:
Usia
|
Perkembangan Kognitif
|
0-3 bulan
|
- Mampu
membedakan apa yang diinginkan.
- Berhenti
menangis setelah digendong atau diberi susu.
|
3-6 bulan
|
- Memperhatikan
dan memilih permainan yang diinginkan.
- Mengulurkan
kedua tangan untuk digendong.
|
6-9 bulan
|
- Mengamati
benda-benda yang bergerak.
- Berpaling ke
arah sumber suara.
- Mengamati
benda-benda yang kemudian dipegang dan dijatuhkan.
|
9-12 bulan
|
- Memahami
perintah sederhana.
- Menunjukkan
reaksi saat namanya dipanggil.
- Mencoba
mencari benda yang disembunyikan.
- Mencoba
membuka atau melepas benda yang tertutup.
|
12-18 bulan
|
- Menyebutkan
beberapa nama benda.
- Menanyakan
nama benda yang belum dikenal.
- Membedakan
ukuran benda (besar-kecil).
- Mengenal
beberapa warna primer (merah, biru, kuning).
- Menyebut nama
sendiri dan orang-orang yang dikenalnya.
|
18-24 bulan
|
- Mempergunakan
alat permainan dengan cara semaunya.
- Meniru gambar
wajah orang.
- Memahami
konsep angka dan hitungan sederhana.
- Memahami
prinsip milik orang lain.
|
2-3 tahun
|
- Menyebut
bagian-bagian suatu gambar wajah.
- Memahami
prinsip ukuran (besar-kecil, pendek-panjang).
- Mengenal
kembali bagian-bagian tubuh.
- Mengenal tiga
macam bentuk geometri, seperti lingkaran, segitiga, dan persegi empat.
|
3-4 tahun
|
-
Menempatkan benda dalam urutan berdasarkan ukuran
(paling kecil-paling besar).
-
Menemukan/mengenali bagian yang hilang dari suatu
pola gambar.
-
Mengekspresikan diri.
-
Memahami perbedaan antara dua hal dari jenis yang
sama.
|
4-5 tahun
|
-
Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk,
warna, atau ukuran.
-
Menyebutkan beberapa angka dan huruf.
-
Menggunakan benda-benda sebagai permainan
simbolik.
-
Mengenal sebab-akibat tentang alam sekitar.
|
5-6 tahun
|
- Mengklasifikasikan
benda berdasarkan fungsinya.
- Menunjukkan
kegiatan yang bersifat eksploratif dan menyelidik.
- Mencari alternatif
dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu aktivitas.
- Menyusun
perencanaan kegiatan yang akan dilakukan bersama teman-teman.
- Menunjukkan
inisiatif dan kreativitas dalam memilih tema permainan.
|
5. Perkembangan
Sosial-Emosi
Sosial-emosi dapat
diartikan sebagai perbuatan yang disertai dengan perasaan-perasaan tertentu
yang melingkupi individu disaat berhubungan dengan orang lain. Jadi
perkembangan sosial-emosi pada anak usia dini adalah perubahan perilaku yang
disertai dengan perasaan-perasaan tertentu yang melingkupi anak usia dini saat
berhubungan dengan orang lain (Wiyani, 2014: 123).
Perkembangan sosial dan emosi merupakan dua aspek yang
berlainan tetapi dalam kenyataannya satu sama lain saling mempengaruhi. Pada
kesehariannya, saat berinteraksi dengan orang lain, perilaku anak usia dini
selalu dilingkupi dengan perasaannya dan perasaan yang melingkupi anak usia
dini juga akan berpengaruh terhadap perilaku yang dimunculkannya.
Perkembangan emosi
berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Setiap orang akan mempunyai
emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Pada
tahapan ini emosi anak usia dini lebih rinci, bernuansa, atau disebut
terdiferensiasi. Berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan tersebut.
Pertama, kesadaran kognitif yang telah meningkat memungkinkan pemahaman
terhadap lingkungan berbeda dari tahapan semula. Imaginasi atau daya khayalnya
lebih berkembang. Hal lain yang mempengaruhi perkembangan ini adalah
berkembangnya wawasan sosial anak. Umumnya mereka telah memasuki lingkungan
dimana teman sebaya mulai berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Tidak
mengherankan bahwa perkembangan umumnya hidup dalam latar belakang kehidupan
keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Sementara itu perlu diketahui bahwa setiap
anak sejak usia dini menjalin kelekatan dengan pengasuh pertamanya yang
kemudian perlu diperluas hubungan tersebut apabila dunia lingkungannya
berkembang.
Perkembangan sosial
biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan
diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada.
Reaksi mereka terhadap rasa dingin, sakit, bosan atau lapar berupa tangisan
(menangis adalah salah satu tanda dari tingkah laku sosialisasi), yang sulit
dibedakan. Tetapi dengan berjalannya waktu para pengasuh dapat membedakan
reaksi anak terhadap stimulasinya (Patmonodewo, 2003: 31).
Tingkat pencapaian
perkembangan sosial-emosi yaitu :
Usia
|
Perkembangan
Sosial-Emosi
|
0-3 bulan
|
- Menatap dan
tersenyum.
- Menangis untuk
mengekspresikan ketidaknyamanan.
|
3-6 bulan
|
-
Merespon dengan gerakan tangan dan kaki.
-
Menangis jika tidak mendapatkan yang diinginkan.
|
6-9 bulan
|
- Mengulurkan
tangan atau menolak untuk diangkat (digendong).
- Menunjuk
kepada sesuatu yang diinginkan.
|
9-12 bulan
|
-
Menempelkan kepala bila terasa nyaman dalam
pelukan (gendongan) atau meronta kalau tidak merasa nyaman.
-
Menyatakan keinginan dengan berbagai gerakan tubuh
dan ungkapan dalam kata-kata sederhana.
-
Meniru cara menyatakan perasaan sayang dengan
memeluk.
|
12-18 bulan
|
-
Menunjukkan reaksi marah jika permainannya
diambil.
-
Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap orang
yang baru dikenal.
-
Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan
mainannya sendiri.
-
Memperhatikan/mengamati teman-temannya
beraktivitas.
|
18-24 bulan
|
-
Mengekspresikan berbagai reaksi emosi.
-
Menunjukkan reaksi menerima atau menolak kehadiran
orang lain.
-
Bermain bersama teman dengan mainan yang sama.
-
Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura).
|
2-3 tahun
|
-
Memahami hak orang lain.
-
Menunjukkan sikap berbagi, membantu dan bekerja
sama.
-
Menyatakan perasaan terhadap anak lain.
-
Berbagi peran dalam suatu permainan.
|
3-4 tahun
|
-
Bersabar menunggu antrian.
-
Bereaksi terhadap hal-hal yang dianggap tidak
benar.
-
Menunjukkan reaksi menyesal saat melakukan
kesalahan.
-
Menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja
dengan kelompok.
|
4-5 tahun
|
-
Mampu berbagi, menolong, dan membantu teman.
-
Antusias dalam melakukan perlombaan.
-
Menahan perasaan dan mengendalikan reaksi.
-
Menaati peraturan yang berlaku dalam suatu
permainan.
|
5-6 tahun
|
-
Bersikap kooperatif dengan teman.
-
Menujukkan sikap toleran.
-
Mengekspresikan emosi dalam berbagai situasi.
-
Memahami peraturan dan disiplin.
-
Mengenali tata krama dan sopan santun sesuai
dengan nilai sosial budaya setempat.
|
6.
Perkembangan Intelektual
Intelektual merupakan
salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak. Intelektual sering kali
disinonimkan dengan kognitif, karena proses intelektual banyak berhubungan
dengan berbagai konsep yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan bagaimana
anak menggunakan kemampuan berfikirnya dalam memecahkan suatu persoalan.
Dalam kehidupannya
mungkin saja anak dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang menuntut adanya
pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada
diri anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan, anak perlu memiliki
kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya.
Faktor kognitif
mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena
sebahagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah
mengingat dan berfikir. Kedua hal ini merupakan aktivitas kognitif yang perlu
dikembangkan.
Perkembangan struktur
kognitif berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua anak. Setiap anak akan
mengalami dan melewati setiap tahapan itu, sekalipun kecepatan perkembangan
dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif dan ditentukan oleh
banyak faktor seperti kematangan psikis, struktur syaraf, dan lamanya
pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama yang
memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap berikutnya
oleh Piaget disebut asimilasi, akomodasi dan ekuilibrium.
Piaget sebagai tokoh
Psikologi Kognitif, memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam proses
perkembangan. Piaget menyakini bahwa anak harus dipandang seperti seorang
ilmuwan yang sedang mencari jawaban dalam upaya melakukan eksperimen terhadap
dunia untuk melihat apa yang terjadi. Misalnya anak ingin tahu apa yang terjadi
bila anak mendorong piring keluar dari meja. Hasil dari eksperimen miniatur
anak menyebabkan anak menyusun “teori”. Piaget menyebutnya teori itu sebagai
“skema” (bila jamak disebut skemata) tentang bagaimana dunia fisik dan sosial
beroperasi.
Anak membangun skema
berdasarkan eksperimen yang dilakukannya. Saat anak menemukan benda atau
peristiwa baru, anak berupaya untuk memahaminya berdasarkan skema yang telah
dimilikinya. Piaget menyebut hal itu sebagai proses asimilasi.
Asimilasi merupakan proses
dimana stimulus baru dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada.
Proses ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan
sehubungan dengan gagasan atau teori yang telah diperoleh anak. Asimilasi tidak
menghasilkan perkembangan atau skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan
skemata.
Akomodasi merupakan
proses yang terjadi apabila berhadapan dengan stimulus baru. Anak mencoba
mengasimilasikan stimulus baru itu tetapi tidak dapat dilakukan karena tidak
ada skema yang cocok. Dalam keadaan seperti ini anak akan menciptakan skema
baru atau mengubah skema yang sudah ada sehingga cocok dengan stimulus
tersebut. Akomodasi dapat dikatakan sebagai proses pembentukan skema baru atau
perubahan skema yang telah ada.
Asimilasi dan akomodasi
berlangsung terus sepanjang hidup. Jika anak selalu mengasimilasi stimulus
tanpa pernah mengakomodasikan, ada kecenderungan ia memiliki skema yang sangat
besar, sehingga ia tidak mampu mendeteksi perbedaan-perbedaan diantara stimulus
yang mirip. Sebaliknya jika anak selalu mengakomodasi stimulus dan tidak pernah
mengasimilasikannya, ada kecenderungan ia tidak pernah dapat mendeteksi
persamaan dari stimulus untuk membuat generalisasi. Oleh karenanya harus terjadi
keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi yang disebut sebagai
ekuilibrium. Ekuilibrium merupakan suatu keadaan yang seimbang dimana anak
(individu) tidak perlu lagi merubah hal-hal yang ada disekelilingnya untuk
mengadakan asimilasi dan juga tidak harus mengubah dirinya untuk mengadakan
akomodasi dengan hal-hal yang baru.
Perkembangan
intelektual atau perkembangan kognitif dapat dipandang sebagai suatu perubahan
dari suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan baru. Setiap tahap
perkembangan kognitif mempunyai bentuk keseimbangan tertentu sebagai fungsi
dari kemampuan memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti penyeimbangan
memungkinkan terjadinya transformasi dari bentuk penalaran sederhana ke bentuk
penalaran yang lebih kompleks sampai mencapai keadaan terakhir yang diwujudkan
dengan kematangan berfikir orang dewasa.
Anak SD kelas awal
berada pada tahap peralihan dari tahap pra-operasional dan tahap operasional
konkrit. Mungkin saja dapat kita temukan anak-anak SD kelas awal sudah mampu
menguasai kemampuan-kemampuan dalam tahap operasional konkrit yang berupa
dikuasainya kemampuan dalam konservasi, klasifikasi dan seriasi.
Konservasi merupakan
suatu kemampuan untuk memahami bahwa sifat suatu objek tidak berubah meskipun
terjadi transformasi terhadap objek tersebut. Jenis konservasinya adalah
konservasi volume, jumlah, berat, panjang dan luas.
Klasifikasi adalah
suatu kemampuan untuk mengelompokkan benda-benda berdasarkan aspek tertentu,
seperti warna, bentuk atau besaran. Sedangkan seriasi merupakan kemampuan untuk
dapat mengatur sesuatu secara berurutan. Misalnya mengurutkan benda dari yang
besar menuju yang kecil.
Anak yang sudah
memiliki kemampuan di atas menunjukkan bahwa anak sudah masuk dalam masa
operasi konkrit atau masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berfikir konkrit
(berkaitan dengan dunia nyata). Kemampuan ini merupakan dasar bagi anak untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas belajar di SD yang menuntut kemampuan intelektual
atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis dan berhitung.
Pada periode ini anak sudah
memiliki kemampuan dalam hal perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi,
mengalikan dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
2.3 Prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan
individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak masa pertemuan sel ayah
dengan ibu (masa konsepsi) dan berakhir pada saat kematiannya. Perkembangan
individu bersifat dinamis, perubahannya kadang-kadang lambat, tetapi bisa juga
cepat, berkenaan dengan salah satu aspek atau beberapa aspek perkembangan. Perkembangan
tiap individu juga tidak selalu seragam, satu sama lain berbeda baik dalam
tempo maupun kualitasnya.
Dalam
perkembangan individu dikenal prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut :
a. Perkembangan
berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan
bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi menyangkut semua
aspek. Perkembangan aspek tertentu mungkin lebih terlihat dengan jelas,
sedangkan aspek yang lainnya lebih tersembunyi. Perkembangan tersebut juga
berlangsung terus sampai akhir hayatnya, hanya pada saat tertentu perkembangannya
lambat bahkan sangat lambat, sedangkan pada saat lain sangat cepat. Jalannya
perkembangan individu itu berirama dan irama perkembangan setiap anak tidak
selalu sama.
b. Setiap
anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang berbeda. Seseorang
mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan membina hubungan sosial yang sangat
tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi itu sangat cepat, sedangkan dalam
aspek lainnya seperti keterampilan atau estetika kemampuannya kurang dan
perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada anak yang keterampilan dan estetikanya
berkembang pesat sedangkan kemampuan berpikir dan hubungan sosialnya agak
lambat.
c. Perkembangan
secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu. Perkembangan
sesuatu segi didahului atau mendahului segi yang lainnya. Anak bisa merangkak
sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban sebelum anak bisa berbicara, dan
sebagainya.
d. Perkembangan
berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
Secara normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam
situasi tertentu dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya dapat juga
terjadi kemacetan perkembangan aspek tertentu.
e. Perkembangan
berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju ke yang lebih khusus,
mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan
dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum, seperti
kemampuan memegang dimulai dengan memegang benda besar dengan kedua tangannya,
baru kemudian memegang dengan satu tangan tetapi dengan kelima jarinya.
Perkembangan berikutnya ditunjukkan dengan anak dapat memegang dengan beberapa
jari, dan akhirnnya menggunakan ujung-ujung jarinya. Dalam perkembangan terjadi
proses diferensiasi atau penguraian ke hal yang lebih kecil dan terjadi pula
proses integrasi. Dalam integrasi ini beberapa kemampuan khusus/kecil itu
bergabung membentuk satu kecakapan atau keterampilan.
f. Secara
normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase,
tetapi karena faktor-faktor khusus, fase tertentu dilewati secara cepat,
sehingga nampak ke luar seperti tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase
lainnya diikuti dengan sangat lambat, sehingga nampak seperti tidak berkembang.
g. Sampai
batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau
diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor
pembawaan dan juga faktor lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan
lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran
baik yang berlebih atau berkekurangan dari faktor pembawaan dan lingkungan
dapat menyebabkan laju perkembangan yang lebih cepat atau lebih lambat.
h. Perkembangan
aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya.
Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan kemampuan berbahasa,
kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain sebagainya.
i.
Pada saat-saat tertentu dan dalam
bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita.
Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat matang secara sosial
dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam kemampuan inteleknya
sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya.
2.4 Tugas-tugas
Perkembangan Anak Usia Dini
Individu
yang berada pada masa anak ini memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus
diselesaikan. Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu
periode tertentu dalam kehidupan individu. Tugas tersebut harus dikuasai dan
diselesaikan oleh individu, sebab tugas perkembangan ini akan sangat
mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa perkembangan berikutnya. Menurut
Havighurst, jika seorang individu gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada
satu fase tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian tugas
perkembangan pada masa berikutnya.
Tugas
perkembangan yang harus dikuasai di masa anak adalah :
1.
Belajar keterampilan fisik yang
diperlukan dalam permainan. Anak pada masa ini
senang sekali bermain, untuk itu diperlukan keterampilan-keterampilan fisik
seperti menangkap, melempar, menendang bola, berenang, mengendarai sepedah dan
lain-lain.
2.
Pengembangan sikap yang menyeluruh
terhadap diri sendiri sebagai individu yang sedang berkembang. Pada
masa ini anak dituntut untuk telah mengenal dan dapat memelihara kepentingan
dan kesejahteraan dirinya. Dapat memelihara kesehatan dan keselamatan dirinya,
menyayangi dirinya, senang berolahraga dan berekreasi untuk menjaga kesehatan
dirinya, memiliki sikap yang tepat terhadap jenis kelamin lain.
3.
Belajar berkawan dengan teman
sebaya. Pada masa ini anak dituntut untuk mampu bergaul,
bekerjasama dan membina hubungan baik dengan teman sebaya, saling menolong dan
membentuk kepribadian sosial.
4.
Belajar melakukan peranan sosial
sebagai laki-laki atau wanita. Anak dituntut melakukan
peranan-peranan sosial yang diharapkan masyarakat sesuai dengan jenis
kelaminnya.
5.
Belajar menguasai
keterampilan-keterampilan intelektual dasar yaitu membaca
menulis dan berhitung. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah dan
perkembangan belajarnya lebih lanjut, anak pada awal masa ini dituntut telah
menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
6.
Pengembangan konsep-konsep yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat menyesuaikan
diri dan berperilaku sesuai dengan tuntutan dari lingkungannya, anak dituntut
telah memiliki konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari baik
yang berkenaan dengan pergaulan, pekerjaan, kehidupan beragama dan lain-lain.
7.
Pengembangan moral, nilai dan hati
nurani. Pada masa ini anak dituntut telah mampu menghargai
perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan moral, dapat melakukan kontrol terhadap
perilakunya sesuai dengan moral. Pada masa ini juga diharapkan mulai tumbuh
pemikiran akan skala nilai dan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas
kata hati.
8.
Memiliki kemerdekaan pribadi. Secara
berangsur-angsur pada masa ini anak dituntut memiliki kemerdekaan pribadi. Anak
mampu memilih, merencanakan, dan melakukan pekerjaan atau kegiatan tanpa
tergantung pada orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Pengembangan sikap
terhadap lembaga dan kelompok sosial. Anak diharapkan telah memiliki sikap
yang tepat terhadap lembaga-lembaga dan unit atau kelompok-kelompok sosial yang
ada dalam masyarakat.
2.5 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Dini
a.
Faktor Keturunan (Hereditas).
Hereditas
merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini
hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan
orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang
dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai
pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
Setiap
individu yang lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu, ini berarti bahwa
karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan/ pemindahan dari
cairan-cairan “geminal” dari pihak orang tuanya. Disamping itu individu tumbuh
dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik,
psikologis, maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang
kompleks merupakan hasil interaksi dari hereditas dan lingkungan. Agar kita
dapat mengerti dan mengontrol perkembangan tingkah laku manusia, kita hendaknya
mengetahui hakikat dan peranan dari masing-masing (hereditas dan lingkungan).
Warisan
atau keturunan memiliki peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia
lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari ibu
bapaknya, atau nenek dan kakeknya, warisan (keturunan atau pembawaan) tersebut
yang paling penting antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit,
intelgensi, bakat, sifat-sifat, atau watak dan penyakit warisan yang di bawa
anak sejak dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan
selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya).
Hal ini sesuai dengan hukum mendel yang dicetuskan Gregor mendel (1857) setelah
mengadakan percobaan perkawinan berbagai macam tanaman dikebunnya. Hukum mendel
ini juga berlaku untuk manusia. Warisan yang diterima anak tidak selamanya berasal
dari kedua orang tuanya, tetapi dapat juga dari nenek atau kakeknya. Misalnya
seorang anak memiliki sifat pemarah, itu tidak dimiliki oleh ibu bapaknya
tetapi kakeknya.
b.
Faktor Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana
dalam kehidupan manusia. Anggotanya terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Bagi
anak, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya.
Peranan
lingkungan keluarga selain tempat pertemuan antarkomponen yang ada didalamnya,
lebih dari itu juga memiliki fungsi reproduktif, religius, rekreatif, edukatif,
sosial dan protektif. Peran yang diambil orang tua khususnya ibu, pada
masa-masa awal kelahiran anak, sangatlah besar, mendalam, dan mendasar, karena
sejak bayi anak di gendong dan di susui ibunya. Hubungan antara ibu dengan anak
begitu kuat, kepribadian, tingkah laku, dan semua ekspresi orang tua dituangkan
melalui semacam kekuatan yang tersembunyi yang lambat laun membentuk diri anak
menjadi manusia. Pada masa ini anak membutuhkan seorang ibu yang mau meluangkan
waktunya untuk mengembangkan sifat-sifat yang kontra dengan pertumbuhan yang
seimbang, seperti perasaan takut, berharap, senang dan benci.
Faktor
yang paling penting di dalam pertumbuhan dan perkembangan anak adalah teladan
dari orang tuanya. Anak-anak akan mengamati, berusaha meniru, melakukan
kesalahan, melupakan dan untuk sesaat anak-anak akan berusaha untuk mencari ide
alternatif serta kemudian mempolakan dirinya kepada model orang tuanya. Tetapi
harus diakui bisa jadi kontraproduktif, bila para orang tua tidak memberikan
teladan yang tidak baik. Teladan orang tua jauh lebih membekas dari semua kata
yang mereka ajarkan. Penanaman prinsip-prinsip musyawarah, keimanan, saling
menolong, kewibawaan seorang ayah dalam keluarga, sikap yang muda menghormati
yang tua, yang tua mengasihi yang lebih muda, itu semua merupakan teladan yang
perlu ditanamkan pada seorang anak pada
masa awal kanak-kanak. Dia akan tumbuh berkembang sesuai dengan dasar-dasar di
atas.
c.
Pengaruh Masyarakat
Lingkungan
ketiga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah lingkungan masyarakat, selain
pendidikan dalam keluarga dan sekolah masyarakat dapat dikatakan suatu alat
pendidikan yang tidak kalah pentingnya dari keluarga dan sekolah.
Disini
sepintas peranan lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang
mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh
belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya.
Bahkan terkadang pengaruhnya, lebih besar dalam perkembangan kepribadian anak baik
dalam bentuk positif maupun negatif. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi
antara anak sebagai individu dan masyarakatnya sehingga dalam perkembangan anak
sangatlah penting dan tidak boleh diabaikan begitu saja karena akan terpengaruh
faktor lingkungan masyarakat sekitar. Karena boleh jadi anak yang tadinya
penurut, baik akan tetapi karena lingkungan masyarakat yang kurang baik anak
akan bersikap sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Anak
usia dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Perkembangan anak
usia dini merupakan perubahan pada fisik (jasmaniah) maupun psikis pada anak
usia dini. Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan anak
sehingga disebut golden age.
2.
Karakteristik perkembangan anak usia
dini dapat dilihat dari aspek perkembangan moral, perkembangan fisik, perkembangan
bahasa, perkembangan
kognitif, perkembangan
sosial-emosi, dan perkembangan intelektual.
3.
Dalam perkembangan individu terdapat
prinsip-prinsip perkembangan dan tugas perkembangan yang harus dikuasai di masa
anak. Selain itu
ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini yaitu a)
Faktor Keturunan (Hereditas); b) Faktor
Keluarga;
c) Pengaruh
Masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
L.N, Syamsu Yusuf & Nani M.
Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rajawali Pers.
Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Wiyani, Novan Ardy. 2014. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Gava Media.
http://hamdanial.blogspot.co.id/2014/04/makalah-karakteristik-pendidikan-anak.html
(Rabu, 9 Maret 2016. 20.00 WIB)
Such an impressive work. Personal Interview Questions
BalasHapus