cursor

Senin, 18 April 2016

Makalah Profil Pengembangan Anak Usia Dini


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
            Anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 0 – 8 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek : gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya.

 
          Perkembangan anak perlu didukung oleh keluarga dan lingkungan, supaya tumbuh kembang anak berjalan secara optimal dan kelak ia menjadi manusia dewasa yang berkualitas dan menjadi insan yang berguna baik bagi dirinya maupun keluarga, bangsa dan negara.
          Proses pendidikan bagi anak usia dini secara formal dapat ditempuh di TK, Play Group, TPA atau SD kelas awal. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang ditujukan untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran sejak usia dini, diharapkan anak tidak saja siap untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, tetapi yang lebih utama agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan fisik-motorik, intelektual, sosial, dan emosi sesuai dengan tingkat usianya.
          Untuk membantu pencapaian perkembangan anak perlu diawali dengan pemahaman tentang perkembangan anak itu sendiri, karena perkembangan anak berbeda dengan perkembangan remaja atau orang dewasa. Anak memiliki karakteristik tersendiri dan anak memiliki dunianya sendiri. Untuk mendidik anak usia dini, perlu dibekali pemahaman tentang dunia anak dan bagaimana proses perkembangan anak. Dengan pemahaman ini diharapkan para pendidik anak usia dini memiliki pemahaman yang lebih baik dalam menentukan proses pembelajaran ataupun perlakuan pada anak yang dibinanya.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan perkembangan anak usia dini?
2.      Apakah karakteristik perkembangan anak usia dini?
3.      Apakah prinsip perkembangan anak usia dini?
4.      Apakah tugas-tugas perkembangan anak usia dini?
5.      Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini?
1.3              Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian perkembangan anak usia dini.
2.      Untuk mengetahui karakteristik perkembangan anak usia dini.
3.      Untuk mengetahui prinsip perkembangan anak usia dini.
4.      Untuk mengetahui tugas-tugas perkembangan anak usia dini.
5.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Perkembangan Anak Usia Dini
          Anak usia dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Perkembangan anak usia dini merupakan perubahan pada fisik (jasmaniah) maupun psikis pada anak usia dini. Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age. Anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat. Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bila ditinjau dari hakikat anak usia dini, maka anak memiliki dua aspek perkembangan yaitu biologis dan psikologis. Pada anak usia dini terjadi perkembangan otak sebagai pusat kecerdasan terjadi sangat pesat. Selain itu, organ sensoris seperti pendengar, penglihatan, penciuman, pengecap, perabaan, dan organ keseimbangan juga berkembang pesat.
2.2       Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
1.    Perkembangan Moral
            Moral (kata latinnya “moris”) merupakan suatu adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas adalah kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Adapun perkembangan moral anak usia dini yaitu (a) Mampu merasakan kasih sayang, melalui rangkulan dan pelukan, (b) Meniru sikap, nilai dan perilaku orang tua, (c) Menghargai memberi dan menerima, (d) Mencoba memahami arti orang dan lingkungan disekitarnya.
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara yakni :
1.  Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu perlunya keteladanan orang tua, guru dan orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, kiai, atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial and error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
Penanaman nilai-nilai moral dimulai dari lingkungan keluarga dimana orang tua memiliki andil yang besar untuk memberi pemahaman pada anak tentang mana yang baik dan salah. Pada mulanya mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, namun lambat laun anak akan dapat memahaminya.
Ketika anak berusia di bawah 6 tahun, perilaku yang ditunjukkannya didasari atas kepatuhannya terhadap aturan orang tua atau orang dewasa lainnya, tetapi memasuki usia 6-8 tahun perkembangan moral anak sudah berubah, pada usia ini anak memiliki kemampuan lebih dalam memahami dan merefleksikan nilai-nilai moral. Anak sudah lebih mampu melaksanakan peraturan mana yang benar dan mana yang salah. Selain itu, pada usia ini anak sudah dapat memahami perbedaan pendapat dengan orang lain.
2.    Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang disebut “cephalocaudal” dan “proximodistal”. Hukum cephalocaudal menyatakan bahwa perkembangan dimulai dari kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki. Sedangkan hukum proximodistal menyatakan bahwa perkembangan bergerak dari pusat sumbu ke ujung-ujungnya atau dari bagian yang dekat sumbu pusat tubuh ke bagian yang lebih jauh. Gerakan anak usia dini lebih terkendali dan terorganisasi dengan pola-pola seperti menegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai dengan santai, serta mampu melangkah dengan menggerakkan tungkai dan kaki. Biasanya di usia ini anak mengalami:
a.         Pertumbuhan fisik yang cukup pesat.
b.        Mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam prilaku motorik.
c.         Energik dan aktif.
d.        Membedakan perabaan.
e.         Masih memerlukan waktu tidur yang banyak.
f.                   Tertarik pada makanan.
3.    Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa pada anak usia dini adalah perubahan sistem lambang bunyi yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak usia dini. Dengan kemampuan berbicaranya itu anak usia dini bisa mengidentifikasi dirinya, serta berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian setidaknya ada tiga fungsi bahasa bagi anak usia dini, yaitu 1. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaaan anak, 2. Bahasa merupakan alat untuk menjalin komunikasi anak dengan orang lain, 3. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh anak untuk hidup bersama dengan orang lain disekitarnya (Wiyani, 2014:97-98).
Tingkat pencapaian perkembangan bahasa pada anak usia dini adalah sebagai berikut.
Usia
Perkembangan Bahasa
0-3 bulan
-       Menangis
-       Berteriak
-       Bergumam
3-6 bulan
-       Mendengarkan ucapan orang lain.
-       Mengoceh.
-       Tertawa atau tersenyum kepada orang lain yang mengajak berkomunikasi.
6-9 bulan
-       Menirukan ucapan.
-       Merespon permainan cilukba.
-       Menunjukkan benda dengan mengucapkan satu kata.
9-12 bulan
-       Mengucapkan dua kata untuk menyatakan keinginan.
-       Menyatakan penolakan.
-       Menyebut nama benda atau binatang.
12-18 bulan
-       Mengucapkan kalimat yang terdiri dari dua kata.
-       Merespon pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak”.
-       Menunjukkan bagian tubuh yang ditanyakan.
-       Memahami cerita pendek.
18-24 bulan
-       Menggunakan kata-kata sederhana untuk menyatakan keingintahuan.
-       Menaruh perhatian pada gambar-gambar dalam buku.
-       Menjawab pertanyaan dengan kalimat pendek.
-       Menyanyikan lagu sederhana.
2-3 tahun
-       Hafal beberapa lagu sederhana.
-       Memahami cerita/dongeng sederhana.
-       Menggunakan kata tanya dengan tepat.
3-4 tahun
-       Menyatakan keinginan dengan mengucapkan kalimat sederhana.
-       Menceritakan pengalaman yang dialami dengan cerita sederhana.
-       Membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri.
-       Memahami perintah yang mengandung dua pengertian.
4-5 tahun
-       Mengutarakan sesuatu hal kepada orang lain.
-       Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan.
-       Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat.
-       Menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar.
5-6 tahun
-       Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap.
-       Terlibat dalam pemilihan dan memutuskan aktivitas yang akan dilakukan bersama temannya.
-       Perbendaharaan kata lebih kaya dan lengkap untuk melakukan komunikasi verbal.
4.    Perkembangan Kognitif
Kognitif merupakan kata sifat yang berasal dari kata kognisi (kata benda). Kognisi dapat diartikan dengan kemampuan belajar atau berfikir atau kecerdasan, yaitu kemampuan untuk mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan menyelesaikan soal-soal sederhana.
Perkembangan kognitif pada anak usia dini dapat diartikan sebagai perubahan psikis yang berpengaruh terhadap kemampuan berfikir anak usia dini. Dengan kemampuan berfikirnya, anak usia dini dapat mengeksplorasi dirinya sendiri, orang lain, hewan dan tumbuhan, serta berbagai benda yang ada disekitarnya sehingga mereka dapat memperoleh berbagai pengetahuan. Berbagai pengetahuan tersebut kemudian digunakan sebagai bekal bagi anak usia dini untuk melangsungkan hidupnya dan menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah SWT (Wiyani, 2014: 62).
Adapun tingkat pencapaian perkembangan kognitif antara lain:
Usia
Perkembangan Kognitif
0-3 bulan
-       Mampu membedakan apa yang diinginkan.
-       Berhenti menangis setelah digendong atau diberi susu.
3-6 bulan
-       Memperhatikan dan memilih permainan yang diinginkan.
-       Mengulurkan kedua tangan untuk digendong.
6-9 bulan
-       Mengamati benda-benda yang bergerak.
-       Berpaling ke arah sumber suara.
-       Mengamati benda-benda yang kemudian dipegang dan dijatuhkan.
9-12 bulan
-       Memahami perintah sederhana.
-       Menunjukkan reaksi saat namanya dipanggil.
-       Mencoba mencari benda yang disembunyikan.
-       Mencoba membuka atau melepas benda yang tertutup.
12-18 bulan
-       Menyebutkan beberapa nama benda.
-       Menanyakan nama benda yang belum dikenal.
-       Membedakan ukuran benda (besar-kecil).
-       Mengenal beberapa warna primer (merah, biru, kuning).
-       Menyebut nama sendiri dan orang-orang yang dikenalnya.
18-24 bulan
-       Mempergunakan alat permainan dengan cara semaunya.
-       Meniru gambar wajah orang.
-       Memahami konsep angka dan hitungan sederhana.
-       Memahami prinsip milik orang lain.
2-3 tahun
-       Menyebut bagian-bagian suatu gambar wajah.
-       Memahami prinsip ukuran (besar-kecil, pendek-panjang).
-       Mengenal kembali bagian-bagian tubuh.
-       Mengenal tiga macam bentuk geometri, seperti lingkaran, segitiga, dan persegi empat.
3-4 tahun
-       Menempatkan benda dalam urutan berdasarkan ukuran (paling kecil-paling besar).
-       Menemukan/mengenali bagian yang hilang dari suatu pola gambar.
-       Mengekspresikan diri.
-       Memahami perbedaan antara dua hal dari jenis yang sama.
4-5 tahun
-       Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk, warna, atau ukuran.
-       Menyebutkan beberapa angka dan huruf.
-       Menggunakan benda-benda sebagai permainan simbolik.
-       Mengenal sebab-akibat tentang alam sekitar.
5-6 tahun
-       Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsinya.
-       Menunjukkan kegiatan yang bersifat eksploratif dan menyelidik.
-       Mencari alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam suatu aktivitas.
-       Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan bersama teman-teman.
-       Menunjukkan inisiatif dan kreativitas dalam memilih tema permainan.
5.    Perkembangan Sosial-Emosi
Sosial-emosi dapat diartikan sebagai perbuatan yang disertai dengan perasaan-perasaan tertentu yang melingkupi individu disaat berhubungan dengan orang lain. Jadi perkembangan sosial-emosi pada anak usia dini adalah perubahan perilaku yang disertai dengan perasaan-perasaan tertentu yang melingkupi anak usia dini saat berhubungan dengan orang lain (Wiyani, 2014: 123).
            Perkembangan sosial dan emosi merupakan dua aspek yang berlainan tetapi dalam kenyataannya satu sama lain saling mempengaruhi. Pada kesehariannya, saat berinteraksi dengan orang lain, perilaku anak usia dini selalu dilingkupi dengan perasaannya dan perasaan yang melingkupi anak usia dini juga akan berpengaruh terhadap perilaku yang dimunculkannya.
Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Pada tahapan ini emosi anak usia dini lebih rinci, bernuansa, atau disebut terdiferensiasi. Berbagai faktor yang telah menyebabkan perubahan tersebut. Pertama, kesadaran kognitif yang telah meningkat memungkinkan pemahaman terhadap lingkungan berbeda dari tahapan semula. Imaginasi atau daya khayalnya lebih berkembang. Hal lain yang mempengaruhi perkembangan ini adalah berkembangnya wawasan sosial anak. Umumnya mereka telah memasuki lingkungan dimana teman sebaya mulai berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Tidak mengherankan bahwa perkembangan umumnya hidup dalam latar belakang kehidupan keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Sementara itu perlu diketahui bahwa setiap anak sejak usia dini menjalin kelekatan dengan pengasuh pertamanya yang kemudian perlu diperluas hubungan tersebut apabila dunia lingkungannya berkembang.
Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada. Reaksi mereka terhadap rasa dingin, sakit, bosan atau lapar berupa tangisan (menangis adalah salah satu tanda dari tingkah laku sosialisasi), yang sulit dibedakan. Tetapi dengan berjalannya waktu para pengasuh dapat membedakan reaksi anak terhadap stimulasinya (Patmonodewo, 2003: 31).
Tingkat pencapaian perkembangan sosial-emosi yaitu :
Usia
Perkembangan Sosial-Emosi
0-3 bulan
-       Menatap dan tersenyum.
-       Menangis untuk mengekspresikan ketidaknyamanan.
3-6 bulan
-       Merespon dengan gerakan tangan dan kaki.
-       Menangis jika tidak mendapatkan yang diinginkan.
6-9 bulan
-       Mengulurkan tangan atau menolak untuk diangkat (digendong).
-       Menunjuk kepada sesuatu yang diinginkan.
9-12 bulan
-       Menempelkan kepala bila terasa nyaman dalam pelukan (gendongan) atau meronta kalau tidak merasa nyaman.
-       Menyatakan keinginan dengan berbagai gerakan tubuh dan ungkapan dalam kata-kata sederhana.
-       Meniru cara menyatakan perasaan sayang dengan memeluk.
12-18 bulan
-       Menunjukkan reaksi marah jika permainannya diambil.
-       Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap orang yang baru dikenal.
-       Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan mainannya sendiri.
-       Memperhatikan/mengamati teman-temannya beraktivitas.
18-24 bulan
-       Mengekspresikan berbagai reaksi emosi.
-       Menunjukkan reaksi menerima atau menolak kehadiran orang lain.
-       Bermain bersama teman dengan mainan yang sama.
-       Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura).
2-3 tahun
-       Memahami hak orang lain.
-       Menunjukkan sikap berbagi, membantu dan bekerja sama.
-       Menyatakan perasaan terhadap anak lain.
-       Berbagi peran dalam suatu permainan.
3-4 tahun
-       Bersabar menunggu antrian.
-       Bereaksi terhadap hal-hal yang dianggap tidak benar.
-       Menunjukkan reaksi menyesal saat melakukan kesalahan.
-       Menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja dengan kelompok.
4-5 tahun
-       Mampu berbagi, menolong, dan membantu teman.
-       Antusias dalam melakukan perlombaan.
-       Menahan perasaan dan mengendalikan reaksi.
-       Menaati peraturan yang berlaku dalam suatu permainan.
5-6 tahun
-       Bersikap kooperatif dengan teman.
-       Menujukkan sikap toleran.
-       Mengekspresikan emosi dalam berbagai situasi.
-       Memahami peraturan dan disiplin.
-       Mengenali tata krama dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat.
6.         Perkembangan Intelektual
Intelektual merupakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak. Intelektual sering kali disinonimkan dengan kognitif, karena proses intelektual banyak berhubungan dengan berbagai konsep yang telah dimiliki anak dan berkenaan dengan bagaimana anak menggunakan kemampuan berfikirnya dalam memecahkan suatu persoalan.
Dalam kehidupannya mungkin saja anak dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan, anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya.
Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar, karena sebahagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berfikir. Kedua hal ini merupakan aktivitas kognitif yang perlu dikembangkan.
Perkembangan struktur kognitif berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua anak. Setiap anak akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu, sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor seperti kematangan psikis, struktur syaraf, dan lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap berikutnya oleh Piaget disebut asimilasi, akomodasi dan ekuilibrium.
Piaget sebagai tokoh Psikologi Kognitif, memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam proses perkembangan. Piaget menyakini bahwa anak harus dipandang seperti seorang ilmuwan yang sedang mencari jawaban dalam upaya melakukan eksperimen terhadap dunia untuk melihat apa yang terjadi. Misalnya anak ingin tahu apa yang terjadi bila anak mendorong piring keluar dari meja. Hasil dari eksperimen miniatur anak menyebabkan anak menyusun “teori”. Piaget menyebutnya teori itu sebagai “skema” (bila jamak disebut skemata) tentang bagaimana dunia fisik dan sosial beroperasi.
Anak membangun skema berdasarkan eksperimen yang dilakukannya. Saat anak menemukan benda atau peristiwa baru, anak berupaya untuk memahaminya berdasarkan skema yang telah dimilikinya. Piaget menyebut hal itu sebagai proses asimilasi.
Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada. Proses ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan sehubungan dengan gagasan atau teori yang telah diperoleh anak. Asimilasi tidak menghasilkan perkembangan atau skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata.
Akomodasi merupakan proses yang terjadi apabila berhadapan dengan stimulus baru. Anak mencoba mengasimilasikan stimulus baru itu tetapi tidak dapat dilakukan karena tidak ada skema yang cocok. Dalam keadaan seperti ini anak akan menciptakan skema baru atau mengubah skema yang sudah ada sehingga cocok dengan stimulus tersebut. Akomodasi dapat dikatakan sebagai proses pembentukan skema baru atau perubahan skema yang telah ada.
Asimilasi dan akomodasi berlangsung terus sepanjang hidup. Jika anak selalu mengasimilasi stimulus tanpa pernah mengakomodasikan, ada kecenderungan ia memiliki skema yang sangat besar, sehingga ia tidak mampu mendeteksi perbedaan-perbedaan diantara stimulus yang mirip. Sebaliknya jika anak selalu mengakomodasi stimulus dan tidak pernah mengasimilasikannya, ada kecenderungan ia tidak pernah dapat mendeteksi persamaan dari stimulus untuk membuat generalisasi. Oleh karenanya harus terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi yang disebut sebagai ekuilibrium. Ekuilibrium merupakan suatu keadaan yang seimbang dimana anak (individu) tidak perlu lagi merubah hal-hal yang ada disekelilingnya untuk mengadakan asimilasi dan juga tidak harus mengubah dirinya untuk mengadakan akomodasi dengan hal-hal yang baru.
Perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif dapat dipandang sebagai suatu perubahan dari suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan baru. Setiap tahap perkembangan kognitif mempunyai bentuk keseimbangan tertentu sebagai fungsi dari kemampuan memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti penyeimbangan memungkinkan terjadinya transformasi dari bentuk penalaran sederhana ke bentuk penalaran yang lebih kompleks sampai mencapai keadaan terakhir yang diwujudkan dengan kematangan berfikir orang dewasa.
Anak SD kelas awal berada pada tahap peralihan dari tahap pra-operasional dan tahap operasional konkrit. Mungkin saja dapat kita temukan anak-anak SD kelas awal sudah mampu menguasai kemampuan-kemampuan dalam tahap operasional konkrit yang berupa dikuasainya kemampuan dalam konservasi, klasifikasi dan seriasi.
Konservasi merupakan suatu kemampuan untuk memahami bahwa sifat suatu objek tidak berubah meskipun terjadi transformasi terhadap objek tersebut. Jenis konservasinya adalah konservasi volume, jumlah, berat, panjang dan luas.
Klasifikasi adalah suatu kemampuan untuk mengelompokkan benda-benda berdasarkan aspek tertentu, seperti warna, bentuk atau besaran. Sedangkan seriasi merupakan kemampuan untuk dapat mengatur sesuatu secara berurutan. Misalnya mengurutkan benda dari yang besar menuju yang kecil.
Anak yang sudah memiliki kemampuan di atas menunjukkan bahwa anak sudah masuk dalam masa operasi konkrit atau masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berfikir konkrit (berkaitan dengan dunia nyata). Kemampuan ini merupakan dasar bagi anak untuk dapat melaksanakan tugas-tugas belajar di SD yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis dan berhitung.
Pada periode ini anak sudah memiliki kemampuan dalam hal perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
2.3       Prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
          Perkembangan individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak masa pertemuan sel ayah dengan ibu (masa konsepsi) dan berakhir pada saat kematiannya. Perkembangan individu bersifat dinamis, perubahannya kadang-kadang lambat, tetapi bisa juga cepat, berkenaan dengan salah satu aspek atau beberapa aspek perkembangan. Perkembangan tiap individu juga tidak selalu seragam, satu sama lain berbeda baik dalam tempo maupun kualitasnya.
          Dalam perkembangan individu dikenal prinsip-prinsip perkembangan sebagai berikut :
a.       Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek. Perkembangan bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi menyangkut semua aspek. Perkembangan aspek tertentu mungkin lebih terlihat dengan jelas, sedangkan aspek yang lainnya lebih tersembunyi. Perkembangan tersebut juga berlangsung terus sampai akhir hayatnya, hanya pada saat tertentu perkembangannya lambat bahkan sangat lambat, sedangkan pada saat lain sangat cepat. Jalannya perkembangan individu itu berirama dan irama perkembangan setiap anak tidak selalu sama.
b.      Setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang berbeda. Seseorang mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan membina hubungan sosial yang sangat tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi itu sangat cepat, sedangkan dalam aspek lainnya seperti keterampilan atau estetika kemampuannya kurang dan perkembangannya lambat. Sebaliknya, ada anak yang keterampilan dan estetikanya berkembang pesat sedangkan kemampuan berpikir dan hubungan sosialnya agak lambat.
c.       Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu. Perkembangan sesuatu segi didahului atau mendahului segi yang lainnya. Anak bisa merangkak sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya.
d.      Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. Secara normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam situasi tertentu dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya dapat juga terjadi kemacetan perkembangan aspek tertentu.
e.       Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju ke yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum, seperti kemampuan memegang dimulai dengan memegang benda besar dengan kedua tangannya, baru kemudian memegang dengan satu tangan tetapi dengan kelima jarinya. Perkembangan berikutnya ditunjukkan dengan anak dapat memegang dengan beberapa jari, dan akhirnnya menggunakan ujung-ujung jarinya. Dalam perkembangan terjadi proses diferensiasi atau penguraian ke hal yang lebih kecil dan terjadi pula proses integrasi. Dalam integrasi ini beberapa kemampuan khusus/kecil itu bergabung membentuk satu kecakapan atau keterampilan.
f.       Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena faktor-faktor khusus, fase tertentu dilewati secara cepat, sehingga nampak ke luar seperti tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase lainnya diikuti dengan sangat lambat, sehingga nampak seperti tidak berkembang.
g.      Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan juga faktor lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran baik yang berlebih atau berkekurangan dari faktor pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang lebih cepat atau lebih lambat.
h.      Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya. Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan kemampuan berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain sebagainya.
i.        Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita. Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat matang secara sosial dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam kemampuan inteleknya sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya.
2.4       Tugas-tugas Perkembangan Anak Usia Dini
          Individu yang berada pada masa anak ini memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu dalam kehidupan individu. Tugas tersebut harus dikuasai dan diselesaikan oleh individu, sebab tugas perkembangan ini akan sangat mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa perkembangan berikutnya. Menurut Havighurst, jika seorang individu gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada satu fase tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian tugas perkembangan pada masa berikutnya.
          Tugas perkembangan yang harus dikuasai di masa anak adalah :
1.        Belajar keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan. Anak pada masa ini senang sekali bermain, untuk itu diperlukan keterampilan-keterampilan fisik seperti menangkap, melempar, menendang bola, berenang, mengendarai sepedah dan lain-lain.
2.        Pengembangan sikap yang menyeluruh terhadap diri sendiri sebagai individu yang sedang berkembang. Pada masa ini anak dituntut untuk telah mengenal dan dapat memelihara kepentingan dan kesejahteraan dirinya. Dapat memelihara kesehatan dan keselamatan dirinya, menyayangi dirinya, senang berolahraga dan berekreasi untuk menjaga kesehatan dirinya, memiliki sikap yang tepat terhadap jenis kelamin lain.
3.        Belajar berkawan dengan teman sebaya. Pada masa ini anak dituntut untuk mampu bergaul, bekerjasama dan membina hubungan baik dengan teman sebaya, saling menolong dan membentuk kepribadian sosial.
4.        Belajar melakukan peranan sosial sebagai laki-laki atau wanita. Anak dituntut melakukan peranan-peranan sosial yang diharapkan masyarakat sesuai dengan jenis kelaminnya.
5.        Belajar menguasai keterampilan-keterampilan intelektual dasar yaitu membaca menulis dan berhitung. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah dan perkembangan belajarnya lebih lanjut, anak pada awal masa ini dituntut telah menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
6.        Pengembangan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Agar dapat menyesuaikan diri dan berperilaku sesuai dengan tuntutan dari lingkungannya, anak dituntut telah memiliki konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari baik yang berkenaan dengan pergaulan, pekerjaan, kehidupan beragama dan lain-lain.
7.        Pengembangan moral, nilai dan hati nurani. Pada masa ini anak dituntut telah mampu menghargai perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan moral, dapat melakukan kontrol terhadap perilakunya sesuai dengan moral. Pada masa ini juga diharapkan mulai tumbuh pemikiran akan skala nilai dan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan atas kata hati.
8.        Memiliki kemerdekaan pribadi. Secara berangsur-angsur pada masa ini anak dituntut memiliki kemerdekaan pribadi. Anak mampu memilih, merencanakan, dan melakukan pekerjaan atau kegiatan tanpa tergantung pada orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Pengembangan sikap terhadap lembaga dan kelompok sosial. Anak diharapkan telah memiliki sikap yang tepat terhadap lembaga-lembaga dan unit atau kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat.
2.5       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Dini
a.              Faktor Keturunan (Hereditas).
       Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
       Setiap individu yang lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu, ini berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan/ pemindahan dari cairan-cairan “geminal” dari pihak orang tuanya. Disamping itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik, psikologis, maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari hereditas dan lingkungan. Agar kita dapat mengerti dan mengontrol perkembangan tingkah laku manusia, kita hendaknya mengetahui hakikat dan peranan dari masing-masing (hereditas dan lingkungan).
       Warisan atau keturunan memiliki peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari ibu bapaknya, atau nenek dan kakeknya, warisan (keturunan atau pembawaan) tersebut yang paling penting antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelgensi, bakat, sifat-sifat, atau watak dan penyakit warisan yang di bawa anak sejak dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai dengan hukum mendel yang dicetuskan Gregor mendel (1857) setelah mengadakan percobaan perkawinan berbagai macam tanaman dikebunnya. Hukum mendel ini juga berlaku untuk manusia. Warisan yang diterima anak tidak selamanya berasal dari kedua orang tuanya, tetapi dapat juga dari nenek atau kakeknya. Misalnya seorang anak memiliki sifat pemarah, itu tidak dimiliki oleh ibu bapaknya tetapi kakeknya. 
b.             Faktor Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggotanya terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Bagi anak, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya.
       Peranan lingkungan keluarga selain tempat pertemuan antarkomponen yang ada didalamnya, lebih dari itu juga memiliki fungsi reproduktif, religius, rekreatif, edukatif, sosial dan protektif. Peran yang diambil orang tua khususnya ibu, pada masa-masa awal kelahiran anak, sangatlah besar, mendalam, dan mendasar, karena sejak bayi anak di gendong dan di susui ibunya. Hubungan antara ibu dengan anak begitu kuat, kepribadian, tingkah laku, dan semua ekspresi orang tua dituangkan melalui semacam kekuatan yang tersembunyi yang lambat laun membentuk diri anak menjadi manusia. Pada masa ini anak membutuhkan seorang ibu yang mau meluangkan waktunya untuk mengembangkan sifat-sifat yang kontra dengan pertumbuhan yang seimbang, seperti perasaan takut, berharap, senang dan benci.
       Faktor yang paling penting di dalam pertumbuhan dan perkembangan anak adalah teladan dari orang tuanya. Anak-anak akan mengamati, berusaha meniru, melakukan kesalahan, melupakan dan untuk sesaat anak-anak akan berusaha untuk mencari ide alternatif serta kemudian mempolakan dirinya kepada model orang tuanya. Tetapi harus diakui bisa jadi kontraproduktif, bila para orang tua tidak memberikan teladan yang tidak baik. Teladan orang tua jauh lebih membekas dari semua kata yang mereka ajarkan. Penanaman prinsip-prinsip musyawarah, keimanan, saling menolong, kewibawaan seorang ayah dalam keluarga, sikap yang muda menghormati yang tua, yang tua mengasihi yang lebih muda, itu semua merupakan teladan yang perlu ditanamkan pada seorang anak  pada masa awal kanak-kanak. Dia akan tumbuh berkembang sesuai dengan dasar-dasar di atas.
c.              Pengaruh Masyarakat
       Lingkungan ketiga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah lingkungan masyarakat, selain pendidikan dalam keluarga dan sekolah masyarakat dapat dikatakan suatu alat pendidikan yang tidak kalah pentingnya dari keluarga dan sekolah.
       Disini sepintas peranan lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Bahkan terkadang pengaruhnya, lebih besar dalam perkembangan kepribadian anak baik dalam bentuk positif maupun negatif. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara anak sebagai individu dan masyarakatnya sehingga dalam perkembangan anak sangatlah penting dan tidak boleh diabaikan begitu saja karena akan terpengaruh faktor lingkungan masyarakat sekitar. Karena boleh jadi anak yang tadinya penurut, baik akan tetapi karena lingkungan masyarakat yang kurang baik anak akan bersikap sebaliknya.




BAB III
PENUTUP
3.1        Kesimpulan
1.         Anak usia dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Perkembangan anak usia dini merupakan perubahan pada fisik (jasmaniah) maupun psikis pada anak usia dini. Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age.
2.         Karakteristik perkembangan anak usia dini dapat dilihat dari aspek perkembangan moral, perkembangan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan sosial-emosi, dan perkembangan intelektual.
3.         Dalam perkembangan individu terdapat prinsip-prinsip perkembangan dan tugas perkembangan yang harus dikuasai di masa anak. Selain itu ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini yaitu a) Faktor Keturunan (Hereditas); b) Faktor Keluarga; c) Pengaruh Masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA
L.N, Syamsu Yusuf & Nani M. Sugandhi. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers.
Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Wiyani, Novan Ardy. 2014. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Gava Media.
http://hamdanial.blogspot.co.id/2014/04/makalah-karakteristik-pendidikan-anak.html (Rabu, 9 Maret 2016. 20.00 WIB)

1 komentar: